Hakim Kukuhkan Prinsip Umum Pembongkaran Bangunan
Landmark Decisions 2017

Hakim Kukuhkan Prinsip Umum Pembongkaran Bangunan

Kasus pembongkaran bangunan kembali diangkat sebagai salah satu putusan terpilih tahun 2017. Bangunan yang mengancam keselamatan umum layak dibongkar.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline.com

 

Dalam kasus yang melandasi landmark decision ini, aparat pemerintah kota Surabaya telah membongkar taman dan pagar perumahan Darmo Green Land. Pembongkaran dilakukan berdasarkan Surat Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya tanggal 6 Mei 2014 perihal pemberitahuan, dan SK Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya tertanggal 22 Mei 2014. Perusahaan merasa tindakan pemerintah kota Surabaya arogan karena perusahaan punya alas hak yakni Hak Guna Bangunan.

 

Isi dari objek sengketa di PTUN ada tiga hal. Pertama, pernyataan tentang masih tetap berdirinya pagar di atas fasilitas umum (jalan) di perumahan penggugat yang tidak sesuai dengan site plan yang telah dikeluarkan Pemkot Surabaya tanggal 10 Mei 2002. Kedua, kualifikasi kesalahan penggugat dengan masih berdirinya pagar di atas fasilitas umum di perumahan penggugat melanggar Pasal 11 ayat (1) Perda mengenai bangunan. Ketiga, peringatan untuk mengembalikan fungsi jalan di lokasi tersebut. Jika tidak diperhatikan, Pemkot Surabaya akan melakukan tindakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tiga poin inilah antara lain yang dianalisis hakim PTUN Surabaya.

 

Perlawanan perusahaan terhadap Pemkot Surabaya membuahkan hasil di PTUN. Dua kali perusahaan itu menang, tetapi pembongkaran tetap dilakukan. Salah satu putusan hakim menyatakan SK yang dijadikan dasar pembongkaran tidak sah. Tak hanya melawan melalui PTUN, perusahaan mengadukan sikap dan tindakan aparat pemkot Surabaya itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta. Komnas HAM akhirnya menurunkan tim ke lokasi.

 

Baca juga:

 

Sengketa tata usaha negara antara Darmo Green Land dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang serta Satpol PP Kota Surabaya bermuara hingga ke tingkat PK di Mahkamah Agung. Dalam pertimbangannya, majelis PK menyatakan meskipun penggugat punya alas hak atas tanah namun tetap harus mendapatkan izin mendirikan bangunan. Tidak boleh ada bangunan yang bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Majelis hakim juga menunjuk Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun 2010 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas pada Kawasan Industri, Perdagangan, Perumahan, dan Pemukiman. Selanjutnya, majelis meneguhkan alasan-alasan yang mendasari suatu pembongkaran bangunan sah dilakukan, dan itulah yang menjadi kaidah hukum putusan.

 

Advokat yang juga penulis buku ‘Ayat-Ayat Perumahan Rakyat’, Muhammad Joni, mengatakan pembangunan memang harus berpijak pada alas hak yang sah. Demikian juga penyesuaian bangunan dengan RTRW. “Untukkeperluan RTRW, (pembangunan perumahan) harus disesuaikan dengan zoning,” ujarnya kepada Hukumonline

 

RTRW adalah hukum, suatu rechmatigheid,karena dituangkan ke dalam Peraturan Daerah (Perda). Jika ada surat perintah atau surat keputusan pembongkaran, maka Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) itu bisa diuji dengan perundang-undangan yang menjadi pijakan keputusan itu atau perundang-undangan lain yang berlaku berkaitan dengan RTRW atau bangunan. “Harus ada kepatuhan pada regulasi yang ada,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait