Hatta Ali: Pengawasan Harus! Jangan Kasih Kendur
WAWANCARA KHUSUS

Hatta Ali: Pengawasan Harus! Jangan Kasih Kendur

Tahun ini Mahkamah Agung memperingati hari terbentuknya ke 71. Ya, tepat dua hari setelah hari kemerdekaan pada 1945 lalu, lembaga tinggi negara bidang yudikatif ini terbentuk. Pengawasan jadi fokus utama.

Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. Foto:RES
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. Foto:RES
Tahun ini Mahkamah Agung memperingati hari terbentuknya ke 71. Ya tepat dua hari setelah hari kemerdekaan pada 1945 lalu, lembaga tinggi negara bidang yudikatif ini terbentuk.
Perjalanan panjang mahkamah hingga hari ini diakui sebagai hari-hari pembenahan. Sebagai lembaga, mahkamah tak lepas dari kesalahan. Selalu saja ada celah bagi sesiapa yang bekerja di dalamnya untuk berbuat tak terpuji.
Namun sebagai lembaga juga mahkamah tak tinggal diam. Upaya terus bergeliat. Termasuk dalam ranah pengawasan. Tahun ini dalam rangka ulang tahun ke 71, Mahkamah Agung berkomitmen untuk terus berbenah diri ke dalam organisasi. Salah satunya dengan meningkatkan pengawasan. Tiga Peraturan Mahkamah Agung lahir dua pekan sebelum hari jadi. Ketiganya bicara ihwal pengawasan.
Pekan lalu, Hukumonline berkesempatan berbincang khusus soal Mahkamah Agung dan seluk beluk pengawasan bersama orang nomor satu di lembaga pengadil ini, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. Berikut petikan wawancara khususnya:
Apakah kekuatan dan fungsi Badan Pengawas di Mahkamah Agung sudah maksimal?
Secara kualitas sudah cukup, meski harus dipertajam lagi. Namun secara kuantitas dirasa masih kurang. Bayangkan saja mahkamah hanya memiliki pemeriksa yang terdiri dari hakim-hakim pertama, tinggi dan agung itu sekamir 49 orang. Sedangkan yang diperiksa lebih dari 841 satuan kerja dari pusat hingga daerah. Mereka disibukkan oleh dua tugas, yakni tugas rutin berupa pemeriksaan rutin mulai dari kedisplinan hingga anggaran dan tugas khusus yakni penelusuran pengaduan.
Pengalaman saya dulu semasa masih di inspektorat, jauh sebelum ada Badan Pengawas MA tugas rutin itu berupa 3 sampai 4 bulan sekali mendatangi kantor satuan kerja di daerah dan tugas khusus menangani pengaduan. Saya kebetulan duduk di penugasan khusus. Semacam Kopassus seperti itu.
Ada enam perkara yang membelit para aparatur peradilan, seperti apa pengaruhnya bagi mahkamah?
Cukup berpengaruh walaupun sebenarnya presentasenya itu sangat kecil dari 32 ribu perkara yang ditangani. Bandingkan hal itu jika menimpa instansi lain. 
Tapi saya bilang, dengan adanya kecaman, bully, sorotan, saya ambil hikmahnya. Ini pertanda masyarakat masih cinta terhadap pengadilan. Instansi lain boleh rusak, tapi tidak boleh lembaga peradilan rusak. 
Ini saya jawab untuk menghibur diri sekaligus memotivasi anak buah saya. Pengawasan harus, jangan kasih dia kendur.
Bagaimana Anda melihat saat aparat peradilan terjerat?
Sedih juga, saya maunya tidak ada. Kenapa sedih? Pencapaian kami sangat luar biasa, terhitung 310 penghargaan yang kami raih selama kepemimpinan saya 5 tahun. 
Penilaian Wajar Tanpa Pengecualian berturut-turut 4 tahun, penyerapan anggaran, dari Kemenkeu dll. Ironisnya pencapaian itu dicederai 6 kasus ini. Tetapi saya ambil hikmahnya dengan ini mahkamah evaluasi kembali, kami tingkatkan pengawasan itu. Makanya jangan coba-coba, hakim yang menggerutu dengan terbitnya 3 regulasi baru (Perma). Kalau ada yang menggerutu kebangetan, orang itu mau jahat terus.
Tiga Peraturan Mahkamah Agung baru itu makna ke arah pengetatan pengawasan?
Peraturan Mahkamah Agung No 7 Tahun 2016 pernah diatur sebelumnya dalam SK KMA 071/2008 bahwa setiap hakim yang terlambat dipotong 1 persen, ada 2 persen tergantung harinya. Sekian bulan berapa hari terlambat atau pulang sebelum waktunya, itu ada perhitungannya. Itu dulu SKMA berlaku untuk para hakim dan seluruh karyawan.
Lalu terbit PP No.94/2012 mengatur tentang tunjangan fungsional untuk hakim. Dengan adanya ketentuan sendiri tentang penggajian hakim maka tidak mengikuti SKKMA 071 itu lagi. 
Lalu belakangan kami melihat dalam satu hingga dua tahun ini tingkat kedisiplinan hakim ini merosot karena tidak ada pengenaan denda lagi. Kami konsultasi Kemenkeu katanya tidak boleh dipotong, pemotongan itu tidak boleh diterima karena hakim sudah punya sendiri. Setelah konsultasi kami dibolehkan untuk mencopot jabatannya sebagai hakim atau non palu.  Kalau non palu tunjangan jabatan hakim bisa dicabut, tapi gaji tetap dibayar.
Lalu Peraturan Mahkamah Agung No 8 Tahun 2016, dulu pengawasan melekat ada, ya itu di dalam SK KMA 096/2006, disitu disebut kalau ada hakim-pegawai peradilan yang nakal itu yang bertanggungjawab ketuanya. Tapi itu hierarki pertanggungjawabannya terlalu jauh. Maka kemudian kami pikir, kalau pertanggungjawaban terlalu jauh ke setiap ketua, nah maka atasan langsungnya santai saja, tidak mengawasi ketat. Padahal merekalah yang sehari-hari lihat. 
Nah, sekarang kami tambah pengawasan melekatnya, yang kami hukum dulu sekarang pimpinan atau atasan langsung baru bertingkat sampai kepada ketua. Ini mempertegas yang ada.
Peraturan Mahkamah Agung No.9 Tahun 2016, itu mengubah SKKMA 076/2009, SK KMA itu hanya diatur pihak internal boleh membuat pengaduan kepada Badan Pengawas tentang pelanggaran-pelanggaran di lingkungannya termasuk sampai ketua pengadilan, bisa dilaporkan dan dijamin kerahasiannya. Sekarang kami kembangkan lagi bukan internal tapi eksternal, masyarakat luas. Bisa melapor, ini lebih terbuka luas.
Termasuk Anda sebagai Ketua MA bisa dilaporkan?
Saya mulai dari diri saya dulu. Sekarang saya minta dimasukan. Semua dimulai dari saya, kalau saya salah saya diperiksa oleh pimpinan yang lain, melalui sidang pleno. 
Kalau memang bersalah silakan kenakan tindakan. Karena dulu ini tidak diatur, internal MA di tingkat bawah selalu menggerutu bilang mereka saja yang kena sasaran, atasan tidak kena. Ini ksekarang etiga perma mengatur, selain mengkualifikasikan jenis kesalahan, perma itu juga memberikan siapa yang memeriksa dan sanksi apa yang bisa dikenakan.
Dulu aturan sidang pleno utk memproses pimpinan MA yang melanggar aturan itu tidak ada. Ketentuan itu saya yang minta untuk dimasukan. Ketika itu dalam rapim. Kalau saya tunggu dari pimpinan lainnya ketika itu sungkan. Makanya saya bilang begitu. Kalau begitu kan di bawah udah gak bisa ngomong lagi, karena pimpinan bisa kena juga. 
Begitu juga dengan pertanggungjawaban pimpinan, kalau saya tidak membina para pimpinan, saya juga salah, maka saya selalu membina, ketika rapat saya selalu bilang, nah ini pembinaan saya, kalau kalian melakukan kesalahan maka sudah bukan ditangan saya lagi karena saya sudah membina kalian.

Hukumonline.com
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. Foto: RES

Mundurnya Sekretaris MA Nurhadi, itu persoalan besar?
Itu kesadaran sendiri dia. 
Apa sempat minta pertimbangan bapak?
Dia minta mundur, kalaupun belum waktunya. Jadi pensiun dini, ya dia minta pendapat. Jadi saya pikir mungkin itu terbaik baginya. 
Saya pikir kalau itu terbaik untuknya lembaga tidak bisa menahan. Inikan pribadi orang mau mundur, kami amini saja. Karena dia mau mundur, ya sudah, dan itu mungkin yang terbaik bagi dia dan sudah memenuhi syarat untuk masuk pensiun dan itu permintaan sendiri, dan kami digonjang-ganjing terus, nah itu mungkin yang terbaik.
Tapi apakah itu jadi perhatian khusus?
Ya mengganggu lembaga, sebab secara peraturan perundang-undangan kami juga tidak bisa memberhentikan. Intinya belum ada fakta kesalahan. Kami sudah periksa dia, melalui Bawas, sudah diperiksa, dia menyangkal dan tidak ada bukti yang mendukung. 
Sehingga kami serahkan KPK karena ini sudah proses hukum berjalan. Kalau KPK sudah nyatakan status tersangka, menurut ketentuan perundang-undangannya barulah kami boleh menerbitkan pemberhentian sementara, sepanjang belum ada status tersangka itu tidak boleh. Kalau kami yang melakukan maka melanggar aturan. Malah kami bisa digugat di PTUN nanti. Kebetulan dia minta mundur ya sudah, mungkin ini jalan yang terbaik. Dan gonjang-ganjingnya semakin menurun.
Makanya orang kadang kala keterlaluan membully karena ketidak tahuan itu. Orang bilang kenapa gak dipecat? Lah gimana mau pecat, kami hakim. Kami harus tau peraturan. Apalagi lembaga MA, mau pecat dia berarti melanggar aturan, itu gak boleh. Makanya jubir selalu bilang kalau statusnya tersangka baru kami berhentikan sementara, tapi KPK sampai sekarang belum menetapkan statusnya sebagai tersangka. Dan ini jalan terbaik dia mundur. Ini jalan yang terbaik dan sangat bijak.
Soal pemeriksaannya di internal seperti apa?
Itu satu hari kami periksa. Kami cari Royani, supirnya juga tidak ada. Kami sulit membuktikan. Kami sudah panggil dia tertulis, rumahnya disamperin. Ya sudah, gimana mau kembangkan kasus ini, dia sendiri menyangkal kasusnya. Apalagi kasus hukum berjalan.
Pengawasan nampaknya tugas sangat berat, seperti apa sosok ideal pengawas itu?
Harus yang pernah nakal dalam artian positif, banyak pengalaman artinya. Orang seperti itulah yang harus duduk di pengawasan. Maka yang di pengawasan itu tidak boleh orang yang lembek.
Jadi pengawas harus berintegritas, jadi kalau melakukan pemeriksaan orang betul-betul bisa berwibawa melihat dia. Kalau dia pernah bersalah, nanti disebut orang kamu pernah begitu juga. Dulu kami merasakan di Inspektorat jenderal. Dulu, Irjen pada awalnya tempat buangan, jadi orang yang kurang di direktorat itu dibuang di pengawasan. Tetapi mulai ada Opstib paradigma itu berubah, justru orang yang masuk pengawasan itu orang yang baru jadi pegawai jadi mereka yang masih bersih. Itulah kami masuk lewat itu, walau baru setahun- dua tahun bekerja disana sudah mendapat tugas yang cukup berat. Tanggung jawabnya terutama.
Jumlah pengaduan selama ini yang masuk seperti apa?
Perbandingan dari total surat pengaduan yang masuk dan terbukti, itu sepertinya lebih sedikit yang terbukti. Karena hakim itu dalam kesendiriannya, siapa yang kalah pasti menyerang dan curigai hakim ada main. Walaupun tidak ada main. Itu yang sering kami temui dalam praktik. Maka saya anggap kalau ada pemeriksaan seperti itu saya anggap bukan gagal tapi memang begitu yang sebenarnya.
Itu sangat banyak terjadi, dia mengarang agar hakim ini hancur. Padahal dia sudah dikalahkan, dan targetnya hakim ini hancur karena sudah dirugikan. Nah, kalo sudah begitu persepsi pelapor sudah tidak bagus. 
Tags:

Berita Terkait