Hingga Kini, Belum Ada Terjemahan Resmi KUHP
Konsultasi Publik RUU KUHP

Hingga Kini, Belum Ada Terjemahan Resmi KUHP

Menurut riyawatnya, KUHP Indonesia berasal dari Het Wetboek van Strafrecht, lazim disingkat WvS. Ketika Indonesia merdeka, kitab peninggalan Belanda itu diberlakukan melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1946.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit

 

Seorang ahli hukum pidana yang pernah menjadi anggota tim penyusun RUU KUHP bercerita bahwa sebenarnya Pemerintah sudah pernah berusaha membuat terjemahan resmi WvS/ Tetapi saat itu terjemahannya dinilai sejumlah ahli pidana rancu. Akibatnya, proyek terjemahan itu kandas. Hingga saat ini, aparat penegaka hukum hanya mengcu pada terjemahan yang dibuat R. Soesilo, Andi Hamzah, SR. Sianturi, R. Soenarto Soerodibroto, atau buku-buku KUHP lain yang selama ini dijadikan rujukan.

 

Dalam bukunya ‘Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (1989), Prof. Wirjono Prodjodikoro mengungkapkan bahwa sejak semula sudah diusahakan menghilangkan keragu-raguan atau ketidakpastian yang mungkin timbul atas istilah-istilah tertentu dalam KUHP. Menurut Wirjono, ada dua cara menafsirkan yang sering dipakai pembentuk KUHP yaitu memperluas cakupan arti, dan sebaliknya mempersempit arti istilah. Istilah ambtenaar (pegawai negeri) di dalam pasal 92 misalnya meliputi pula anggota DPR dan DPRD. Sebaliknya, kata verstaan (pedagang) dalam pasal 92 bis hanya terbatas pada orang-orang yang menjalankan perusahaan (bedrijf), bukan semua pedagang.

 

Masalahnya, bagaimana hakim membuat penafsiran terhadap suatu kata atau istilah dalam KUHP sementara terjemahan resmi atas kata tersebut juga tidak ada. Konsultasi Publik Reformasi KUHP mungkin bisa dijadikan momentum untuk membuat terjemahan resmi WvS, sehingga ‘ketidakpastian hukum' seperti dikhawatirkan Prof. Harkristuti tidak terjadi.

 

Tags: