Hukum Menggunakan Area Masjid untuk Pesta Perkawinan
Berita

Hukum Menggunakan Area Masjid untuk Pesta Perkawinan

Pengurus masjid diminta untuk lebih kreatif.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Hukum Menggunakan Area Masjid untuk Pesta Perkawinan
Hukumonline

MUI menerbitkan fatwa tentang pemanfaatan area masjid untuk kegiatan sosial dan yang bernilai eknomis. Fatwa yang diterbitkan pada 3 Agustus, beberapa hari menjelang Lebaran, ini diterbitkan untuk menjawab pertanyaan masyarakat tentang hukum menggunakan area sekitar masjid untuk acara non-ibadah mahdlah seperti menggelar pesta perkawinan, pusat usaha, walimah, seminar, pentas seni budaya atau perdagangan.

Selama ini sebenarnya area masjid yang bukan lokasi ibadah sudah sering dimanfaatkan untuk kegiatan sosial dan ekonomi. Di beberapa tempat, pembangunan masjid malah diintegrasikan dengan aula pertemuan. Lalu, bagaimana hukumnya?

Ada enam ketentuan hukum yang disebutkan dalam fatwa tersebut. Pertama, masjid dan area masjid dapat dimanfaatkan untuk kegiatan di luar ibadan mahdlah. Ibadah mahdlah adalah ibadah wajib seperti shalat.

Kedua, pemanfaatan area masjid untuk kepentingan muamalah seperti sarana pendidikan, ruang pertemuan, area permainan, baik yang bersifat sosial maupun ekonomi diperbolehkan dengan syarat: kegiatan tersebut tidak terlarang secara syar’i, senantiasa menjaga kehormatan masjid, dan tidak mengganggu pelaksanaan ibadah.

Ketiga, memanfaatkan bagian dari area masjid untuk kepentingan ekonomis, seperti menyewakan aula untuk resepsi pernikahan, hukumna boleh sepanjang ditujukan untuk kepentingan kemakmuran masjid dan tetap menjaga kehormatan masjid.

Keempat, boleh menjadikan bangunan masjid bertingkat; bagian atas untuk ibadah dan bagian bawah disewakan atau sebaliknya dengan syarat. Syaratnya adalah bagian masjid ang disewakan bukan secara khusus untuk ibadah; bagian masjid yang dimaksudkan secara khusus untuk ibadah telah memadai; tidak menyulitkan orang masuk ke dalam masjid; tidak mengganggu pelaksanaan ibadah di dalam masjid; tidak bertentangan dengan kemuliaan masjid antara lain dengan menutup aurat; dan dimanfaatkan untuk keperluan yang sesuai syar’i dan hasil sewanya untuk kemaslahatan masjid.

Kelima, melakukan penggantian (istidbal) tanah wakaf yang ditujukan untuk kepentingan masjid diperbolehkan, sepanjang memenuhi syarat, baik secara syar’i maupun teknis dengan merujuk pada fatwa kesepakatan ulama Komisi Fatwa tahun 2009. Demikian pula istidbal peruntukan tanah wakaf diperbolehkan jika ada kemaslahatan yang dituju.

Keenam, benda wakaf boleh diambil manfaatnya dengan memberdayakan secara konomi, dan tetap wajib dijaga keamanan dan keutuhan fisiknya.

Selain keenam aturan ukum tersebut, fatwa MUI juga mengimbau pengurus masjid untuk secara kreatif memakmurkan masjid dengan penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan ibadah dan muamalah masyarakat.

Tags: