Hukuman Kebiri, Sebagai Penghukuman atau Rehabilitasi?
Berita

Hukuman Kebiri, Sebagai Penghukuman atau Rehabilitasi?

Mesti dilakukan kajian mendalam dari berbagai aspek untuk menentukan format dan bentuk hukuman kebiri bila benar-benar diterapkan di Indonesia.

CR19
Bacaan 2 Menit

Terkait sanksi maksimal, Agustina mengatakan, masih diperlukan kajian yang lebih komprehensif. Menurutnya, seminar dan diskusi publik seperti saat ini juga menjadi salah satu cara melibatkan publik terkait dengan isu kejahatan dan kekerasan seksual. Kajian tersebut mulai dari dimensi hukum, sosial-psikologis, biologis, agama, serta budaya.

Sementara itu, Direktur Kesejahteraan Sosial Anak Kemensos RI, Edi Suharto, mengatakan bahwa pandangan Kemensos RI terhadap hukuman kebiri adalah sebagai suatu usulan untuk memberikan perlindungan terhadap anak, perempuan, dan kelompok rentan lainnya. Sebab, hukuman kebiri dapat memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan dan calon pelaku yang berpotensi melakukan kejahatan dan kekerasan seksual.

Namun, Edi sadar bahwa alat untuk menyelesaikan permasalahan sosial tidak cukup bila dilakukan dengan solusi hanya memberikan hukuman kebiri. Menurutnya, perlu dilakukan upaya perlindungan terhadap kejahatan dan kekerasan seksual secara umum. Sehingga, pertimbangan pemberlakuan hukuman kebiri mesti dilakukan secara komphrensif dengan melihat pada aspek medis, serta hak asasi terhadap pelaku dan korban.

Selain itu, kata Edi, Indonesia juga perlu mengambil contoh best practice pelaksanaan hukuman kebiri di sejumlah negara. Misalnya, sejak tahun 2010 Norwegia secara terang-terangan menerapkan kebiri dalam hukum pidananya. Lalu, hukum pidana di Australia juga memasukan kastrasi pada kekerasan seksual terhadap anak dan pemerkosa. Pelaksanaan chemical castration juga diterapkan di Rusia. Sementara itu, suntik kebiri bagi pelaku pedofilia dan residivis kejahatan seksual anak juga diterapkan India dan Taiwan.

“Hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan, punishment, treatment, atau therapy?” ujarnya.

Wakil Ketua KPAI, Susanto, mengatakan bahwa dalam menerapkan hukuman kebiri tidak perlu harus melihat penerapan hukuman itu di negara lain. Akan tetapi, yang perlu ditentukan adalah hukuman kebiri jika diberlakukan di Indonesia akan dibentuk sebagai bentuk hukuman atau bentuk rehabilitasi. Sebagai contoh, hukuman kebiri di Inggris diterapkan sebagai bentuk rehabilitasi.

Sedangkan penerapan hukuman kebiri di Jerman diterapkan sebagai bentuk hukuman. Selain itu, kata Susanto, sebagian negara di dunia termasuk Inggris menerapkan hukuman kebiri yang bersifat voluntary atau sukarela. Artinya, pelaku kejahatan seksual secara sukarela menyerahkan dirinya untuk dilakukan pengebirian. Tapi ada juga yang menerapkan hukuman kebiri secara mandatory melalui penegakan hukum pidana nasional di negara masing-masing.

Jika benar-benar hukuman kebiri ini akan diberlakukan di Indonesia, lanjut Susanto, maka bentuk dan sifat hukuman mesti ditetapkan dengan terlebih dahulu dengan melakukan kajian yang mendalam. Ia menilai, saat ini menjadi momentum dalam rangka reformasi penegakan hukum di Indonesia, khususnya terhadap kejahatan dan kekerasan seksual.

Namun, Susanto mengusulkan agar paket hukuman kebiri ini dilaksanakan tidak terbatas pada kebiri secara fisik saja, tapi diikuti dengan rehabilitasi secara psikologis terhadap pelaku. “Bagaimana dengan di Indonesia? Silahkan pilih, sebagai hukuman atau rehabilitasi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait