Yuk, Pahami Lagi Sanksi Hukum Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Anak
Berita

Yuk, Pahami Lagi Sanksi Hukum Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Anak

Kemensos mensinyalir kasus kekerasan maupun pelecehan seksual pada anak selama 2017 meningkat dibandingkan 2016.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Di awal 2018, Kementerian Sosial (Kemensos) telah menerima laporan kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di Tangerang. Dugaan pedofilia dilakukan oleh WS alias Babeh, seorang guru honor terhadap 41 anak. Terbaru, Kementerian Sosial saat ini tengah melakukan assesment kepada 41 orang anak korban pedofilia di Tangerang, Banten. Hasil assesment nantinya menjadi dasar penentuan intervensi atau aktivitas lanjutan kepada para korban.

 

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Nahar mengatakan, kasus kekerasan maupun pelecehan seksual pada anak selama 2017 meningkat dibandingkan 2016. "Sebanyak 1.956 kasus kita tangani selama 2016 dan meningkat menjadi 2.117 kasus selama 2017," kata Nahar seperti dikutip Antara di Jakarta, Senin (8/1).

 

Sementara laporan terkait pelecehan seksual yang masuk ke telepon pelayanan sosial anak (Tepsa) Kemensos pada 2017 juga mengalami peningkatan dibandingkan setahun sebelumnya. Pada 2016 laporan yang masuk sebanyak 238, sementara pada 2017 naik menjadi 383 laporan.

 

Meningkatnya laporan kasus kekerasan seksual pada anak, menurut Nahar, karena orang semakin berani untuk melapor sehingga semakin banyak juga laporan yang masuk. Selain itu, saat ini warga yang mengetahui adanya kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak punya saluran untuk melaporkannya melalui Tepsa. "Setelah laporan masuk, Tim Sakti Peksos kita berkoordinasi dengan kepolisian untuk menanganinya," kata Nahar.

 

(Baca Juga: Komnas Perempuan Dorong Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual)

 

Kementerian Sosial dalam hal ini ditugaskan oleh kepolisian untuk mendampingi korban dalam memberikan pendampingan psikososial berupa trauma healing dan trauma konseling. Meningkatnya kasus kekerasan maupun pelecehan seksual pada anak menunjukkan masih rendahnya pengetahuan pelaku atas ancaman pidana atas perbuatannya.  

 

Seperti dilansir Klinik Hukum, dalam UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perbuatan cabul termasuk terhadap anak di bawah umur diatur dalam Pasal 290 KUHP yang menyatakan:

 

Pelaku pencabulan termasuk terhadap anak diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;

2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;

3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

 

Sedangkan, ancaman pidana bagi orang yang melakukan perbuatan cabul dengan anak yang memiliki jenis kelamin yang sama dengan pelaku perbuatan cabul, diatur dalam Pasal 292 KUHPyang berbunyi: Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

 

(Baca Juga: Ancaman Hukum Bagi Pelaku Persekusi Seksual Justru Berpotensi Menyerang Korban)

 

Namun, sejak diberlakukannya UU Perlindungan Anak yang merupakan langkah pemerintah untuk meningkatkan jaminan perlindungan terhadap anak, mengenai tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak diatur lebih spesifik dan lebih melindungi kepentingan bagi anak. Seseorang dikategorikan sebagai anak apabila belum berusia 18 tahun.

 

Kemudian, terkait ketentuan mengenai pencabulan terhadap anak, terdapat dalam Pasal 81 jo. Pasal 76DdanPasal 82 jo. Pasal 76E UU 35/2014 yang berbunyi:

Pasal 76D

Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 81

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 76E

Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pasal 82

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Orang tua korban pedofil yang diduga dilakukan oleh WS alias Babeh di Tangerang, Banten kini meminta agar anak mereka dilindungi di rumah aman Kementerian Sosial. "Usulan dari orangtua minta anak-anak untuk dilindungi di rumah aman Kemensos karena beberapa kasus ditemukan anak bersikap lain dari sebelumnya," kata Nahar. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait