Imbas Kasus Rafael: Urgensi Bersih-Bersih Internal Kemenkeu
Terbaru

Imbas Kasus Rafael: Urgensi Bersih-Bersih Internal Kemenkeu

Kemenkeu salah satu kementerian yang memiliki remunerasi pegawai yang tinggi. Tapi tingginya remunerasi ternyata tidak menjamin minimalisir risiko korupsi. Karenanya Kemenkeu harus memperkuat sistem pencegahan korupsi secara internal.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina. Foto: CR-27
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina. Foto: CR-27

Efek domino dari kasus penganiayaan yang dilakukan anak eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo (RAT) berbuntut panjang. Sumber kekayaan RAT menjadi sorotan. Imbasnya, pemeriksaan LKHPN terhadap pegawai Ditjen Pajak, bahkan melebar ke pegawai bea cukai. RAT harus menelan pil pahit berupa pemecatan setelah pemeriksaan audit investigasi oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu dengan aparat penegak hukum dan institusi lain. Selain Rafael ada nama-nama lain pejabat Kemenkeu yang dipecat usai dicurigai kekayaannya didapat secara tidak wajar.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menilai pemecatan Rafael dan oknum pejabat Kemenkeu tidak cukup untuk membenahi internal lembaga tersebut. Karenanya, Kemenkeu perlu melakukan reformasi birokrasi atau pembenahan secara menyeluruh agar tidak terjadi kasus serupa ke depannya. Padahal, Kemenkeu merupakan kementerian yang sering mendapatkan apresiasi dan menjadi barometer sebagai lembaga yang memiliki birokrasi efektif.

“Menukik pada kasus yang menimpa Kementerian Keuangan, pertanyaan yang perlu kita tanyakan yaitu bagaimana lembaga ini menjalankan reformasi birokrasinya?. Apakah pelanggaran-pelangaran kepemilikan harta yang tidak wajar ini tidak terdeteksi atau seperti apa? Ini sangat relevan kita tanyakan kepada Kementerian Keuangan,” ujarnya dalam sebuah diskusi, Jumat (17/3).

Baca juga:

Almas melanjutkan, Kemenkeu sebagai kementerian yang memiliki remunerasi pegawai yang tinggi. Tapi tingginya remunerasi ternyata tidak menjamin minimalisir risiko korupsi. Dengan begitu, Kemenkeu harus memperkuat sistem pencegahan korupsi secara internal. Kemenkeu, menurut Almas belum optimal menindak risiko korupsi pada internal lembaganya. Padahal, terdapat laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Hasilnya, laporan PPATK menemukan transaksi keuangan tidak wajar pada pegawai Kemenkeu sebelum kasus Rafael mencuat ke publik. Sebenarnya PPATK, menurut Almas sudah menyodorkan temuan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ke meja Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu sejak 2012. Mestinya, temuan PPATK tersebut dapat segera ditindaklanjuti Kemenkeu, sehingga dapat termitigasi dengan tindakan korektif jika benar ditemukan tindak pidana.

“Perlu diingat, kasus ini juga bukan berasal dari identifikasi internal Kementerian Keuangan,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait