Indonesia Butuh Lawyer Terbaik!
Banding WTO:

Indonesia Butuh Lawyer Terbaik!

Dalam perdagangan internasional, Indonesia tak bisa hanya mengandalkan diplomasi. Kapasitas Komite Anti Dumping harus diperkuat.

Oleh:
FITRI N. HERIANI
Bacaan 2 Menit
Indonesia mengajukan banding ke WTO. Foto: ISTIMEWA
Indonesia mengajukan banding ke WTO. Foto: ISTIMEWA
Indonesia membutuhkan pengacara terbaik di bidang perdagangan internasional. Lawyer terbaik diharapkan bisa menyusun argumen yang kuat agar kebijakan Pemerintah bisa dipertahankan di forum-forum penyelesaian sengketa dagang internasional.

Pentingnya lawyer terbaik itu disampaikan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Benny Soetisno, menanggapi kekalahan Indonesia di forum World Trade Organization (WTO). Indonesia, seperti disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, akan mengajukan banding. Batas akhir banding adalah 25 Januari 2017.

Menurut Benny, peluang Indonesia untuk menang bisa terbuka. Yang penting argumen yang disampaikan cukup kuat. “Posisi Indonesia memang bisa untuk menang, tetapi butuh waktu. Kalau mau menang banding, hire pengacara yang paling baik di dunia,” kata Benny di Jakarta, Selasa (24/1). (Baca juga: Mempersiapkan Advokat Indonesia dalam Menghadapi MEA).

Ditambahkan Benny, pemerintah Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan diplomasi melalui birokrat di Kementerian Perdagangan (Kemendag).  Jika pemerintah tak menggunakan jasa lawyer terbaik, maka ia pesimis Indonesia akan menang di tingkat banding. “Kita ingat mobil nasional dulu kita ‘kan juga kalah. Karena ketidakmampuan kita berargumen, lawyer ‘kan suka berargumen,” tambahnya. (Baca juga: Ini Firma Hukum Indonesia yang Berafiliasi Lawfirm Luar Negeri).

WTO telah memenangkan ‘gugatan’ Amerika Serikat dan Selandia Baru atas kebijakan pengetatan impor produk pertanian dan peternakan – misalnya pengetatan impor sapi-- yang dibuat pemerintah Indonesia. Kebijakan yang dipersoalkan itu diterbitkan pada 2011 silam. Pada Desember 2016, WTO menjatuhkan putusan yang memenangkan gugatan kedua negara.

Dewan Penyelesaian Sengketa WTO memutuskan 18 aturan pembatasan impor yang diberlakukan Indonesia tidak konsisten dengan Perjanjian Umum 1994 tentang cukai dan perdagangan (GATT 1994). Organisasi yang mengawasi aktivitas perdagangan di 164 negara anggotanya itu mendesak Indonesia untuk mengambil langkah yang sesuai dengan GATT 1994. (Baca juga: Perjanjian Perdagangan Internasional Harus Sesuai UU Perdagangan).

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita tak hanya memastikan Indonesia banding, tetapi juga menyebutkan kebijakan yang dipersoalkan tersebut sebenarnya sudah diubah pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pemerintah sudah menerbitkan deregulasi termasuk impor sapi dan ayam.

Enggartiasto mengklaim Pemerintah telah menyiapkan poin-poin pengajuan banding ke WTO, namun tak menjelaskan poin-poin dimaksud. Ia juga tak merinci apakah harapan Benny Soetrisno sudah dipersiapkan atau belum.

Menyikapi putusan WTO, Benny berpendapat bahwa pada dasarnya WTO memberikan instrument produksi seperti anti dumping duty dan safe care. Namun, lanjutnya, kedua instrumen tersebut harus dilaksanakan dengan bukti yang benar. Artinya, harus ada penjelasan dan alasan ketika suatu negara menggunakan instrumen tersebut.

Ia juga menyoroti lembaga anti dumping. Indonesia sudah memiliki Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengaman Pasar Indonesia (KPPI). Benny berharap kedua lembaga harus mampu menguru masalah-masalah perdagangan bebas yang berimbas pada Indonesia. Kapasitas kedua lembaga harus ditingkatkan. “Capacity building harus dinaikkan. Dalam bahasa kasarnya itu ‘kan trade defiance, pertahanan trade dari serangan negara luar,” tegasnya. (Baca juga: Tentang Asas-Asas Anti Dumping).

Lalu, apakah pemerintah Indonesia jadi menyewa pengacara terbaik? Ditunggu saja hasilnya.
Tags:

Berita Terkait