Ini 14 Pasal yang Dinilai Ancam Kebebasan Pers dalam RKUHP
Utama

Ini 14 Pasal yang Dinilai Ancam Kebebasan Pers dalam RKUHP

Pasal-pasal itu membuat pekerjaan jurnalis berisiko tinggi karena terlihat dengan mudah untuk dipidanakan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi wartawan saat meliput demonstrasi. Foto: RES
Ilustrasi wartawan saat meliput demonstrasi. Foto: RES

Pembahasan Rancangan Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) antara DPR dan Pemerintah kembali bergulir sejak akhir Mei. RKUHP masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2022, yang rencananya akan diselesaikan pada Masa Sidang ke-V DPR RI Tahun 2022.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia melihat pembahasan RKUHP tidak transparan. Sebab, publik belum mendapatkan draf RKUHP terbaru meski DPR dan pemerintah telah melakukan pembahasan pada akhir Mei lalu. AJI mencatat setidaknya ada 14 pasal bermasalah dan mengancam kebebasan pers yang terdapat dalam draf RKUHP tahun 2019.

“Pasal-pasal itu membuat pekerjaan jurnalis berisiko tinggi karena terlihat dengan mudah untuk dipidanakan. Antara lain mengatur soal tindakan-tindakan seperti menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum,” kutip AJI dalam keterangan persnya, Ahad (19/6).

Pasal-pasal tersebut antara lain; Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden: Pasal 218 dan Pasal 220; Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum Bagian Penghinaan terhadap Pemerintah: Pasal 240 dan Pasal 241; Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara: Pasal 353 dan Pasal 354; Tindak Pidana Penghinaan: Pasal 439; Penodaan Agama: Pasal 304; Tindak Pidana terhadap Informatika dan Elektronika: Pasal 336; Penyiaran Berita Bohong: Pasal 262, Pasal 263, dan Pasal 512; Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan: Pasal 281; Pencemaran Orang Mati: Pasal 445.

“Pasal-pasal di atas mengatur tindakan-tindakan yang merupakan karakter dari pekerjaan jurnalis, yaitu menginformasikan kepada khalayak luas. Pasal ini akan dengan mudah dipakai oleh orang yang tidak suka kepada jurnalis untuk memprosesnya secara hukum, dengan dalih yang mungkin tidak kuat dan gampang dicari,” kutip AJI.

Baca juga:

Sebelumnya, aliansi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga menyoroti berbagai substansi RKUHP yang harus dibenahi. Koalisi Kebebasan Beragama sekaligus Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Asfinawati, mengapresiasi masuknya ketentuan ujaran kebencian (hate speech) dalam Pasal 302 RKUHP.

Kendati mengapresiasi, tapi Asfin mencatat masih ada persoalan dalam Pasal 302 ayat (2) RKUHP karena masih mencantumkan frasa “penodaan agama” yang tidak dijelaskan secara detail dan lengkap artinya. Padahal dalam menyusun ketentuan pidana harusnya memperhatikan asas legalitas yakni unsur-unsur pidana yang diatur harus ketat.

Asfin membandingkan ketentuan pencurian yang diatur jelas dalam RKUHP yakni mengambil barang milik orang lain tanpa izin. Sementara penjelasan detail seperti itu tidak ada untuk penodaan agama. “Penerapan ketentuan penodaan agama seperti ini berpotensi menyebabkan kriminalisasi, membuat korban malah menjadi pelaku dan memenjarakan korban intoleransi,” kata Asfin dalam Media Briefing Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Kamis (16/6/2022) kemarin.

Pengaturan yang ketat juga perlu untuk ketentuan penghinaan agar tidak multitafsir. Pengaturan ketat unsur pidana bagi Asfin sangat penting karena pidana pada dasarnya melanggar HAM. Oleh karena itu pengaturan dan penggunaannya harus ketat.

Tags:

Berita Terkait