Ini Beberapa Substansi Perubahan UU Perlindungan Konsumen
Terbaru

Ini Beberapa Substansi Perubahan UU Perlindungan Konsumen

Salah satu hal yang perlu direvisi dalam UU Perlindungan Konsumen adalah klausula baku.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Setjen DPR, Lidya Suryani Widayati.
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Setjen DPR, Lidya Suryani Widayati.

Keberadaan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sudah tak relevan dengan kemajuan zaman dan diperlukan revisi. Atas situasi ini DPR pun memasukkan UUPK dalam daftar Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas).

Menurut Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Setjen DPR, Lidya Suryani Widayati, pihaknya sudah mendapatkan penugasan dari Komisi VI DPR untuk melakukan penyusunan naskah akademis UU PK. Banyak perubahan dalam UUPK dan harus disinkronisasikan dengan aturan yang ada saat ini, dengan tujuan untuk menyeimbangkan kepentingan konsumen dan pelaku usaha.

“UU ini sudah cukup lama, hampir 24 tahun sejak tahun 1999. Tentunya banyak hal yang perlu dilakukan perubahan tidak hanya revisi, tapi juga sinkronisasi dengan UU yang baru,” kata Lidya dalam FGD “Urgensi Perubahan atas Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”, Jumat (13/1) lalu.

Baca Juga:

Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Irna Nurhayati, banyak perubahan dinamika yang terjadi selama dua puluh tahun sejak UUPK diterbitkan pada tahun 1999 silam. Hal ini membuat UUPK sudah tidak relevan dengan perkembangan teknologi sehingga diperlukan perubahan atau amandemen.

“Memang dari usia yang sudah cukup tua ada beberapa isu atau persoalan terkait kelemahan-kelemahan di UUPK. Karena belum sesuai perkembangan zaman dan belum harmonis dengan peraturan-peraturan yang baru,” kata Irna pada acara yang sama.

Irna mengatakan salah satu hal yang harus direvisi dalam UUPK adalah klausula baku. Dia menilai dalam revisi UUPK perlu penambahan kata ‘baku’ setelah kata ’perjanjian’ pada Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3), serta perlu diberikan definisi perjanjian baku pada pasal 1. Selain itu perlu mengakomodasi pengaturan e-commerce khususnya transaksi konsumen lintas negara sesuai UU 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait