Ini Beda Lawyer di Indonesia dengan Hongkong Terkait Pro Bono
Berita

Ini Beda Lawyer di Indonesia dengan Hongkong Terkait Pro Bono

Di Indonesia kegiatan pro bono diwajibkan. Sedangkan di Hongkong, pemerintah atau asosiasi advokat tidak mewajibkan advokat untuk melakukan pro bono.

Oleh:
Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi advokat: BAS
Ilustrasi advokat: BAS
Salah satu penghambat kegiatan pro bono di Indonesia adalah adanya pandangan bahwa pro bono hanya dapat dilakukan melalui kegiatan litigasi. Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBHJ), Alfgifari Aqsa, berpendapat bahwa kegiatan probono bukan hanya kegiatan persidangan saja (litigasi), tetapi ada kegiatan lain yang juga dimaksud dengan pro bono. Menurutnya, mengajar di universitas juga merupakan pro bono.

“Lawyer melakukan pro bono juga bisa dilakukan dengan non litigasi, bisa memberikan legal advice, mediasi melakukan riset dan melakukan legal empowerment atau pendidikan kemasyarakat (penyuluhan) ataupun secara gratis untuk mengisi seminar workshop. Mengajar di unversitas juga pro bono,” kata Algifari disela-sela pembukaan Asia Pro Bono Forum yang digelar di Sanur Bali, Senin (29/8).

Algifari menjelaskan bahwa pro bono adalah suatu kegiatan yang menjadi kewajiban dari sebuah profesi, sehingga tidak hanya pengacara yang memiliki kewajiban untuk melakukan pro bono. Sedangkan bagi pengacara terdapat miskonsepsi bahwa pro bono bagi lawyer hanya sekadar litigasi atau bersidang. Itu pun banyak yang berpikir haya pidana saja.

“Pro bono sebenarnya suatu kegiatan yang dlakukan oleh seseorang dengan suatu profesi tertentu dan lebih banyak oleh lawyer tanpa biaya untuk kepentingan publik. Sebenarnya arti probono adalah untuk public goods dan tidak hanya lawyer yang sebenarnya memberikan pro bono. Profesi lain ketika dia mendapatkan uang dari kerja profesionalnya tetapi juga memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat. Kondisinya di Indonesia sebenarnya kita bisa bilang banyak lawyer juga yang melakukan pro bono tetapi tidak terekam dengan baik,” ujarnya.

Algifari mengatakan bahwa pengacara juga banyak memberikan pro bono, misalnya kepada saudara atau tetangga yang miskin kemudian memberikan bantuan. Tetapi itu memang tidak terekam baik di Indoensia. Bahkan riset mengenai pro bono pun sangat minim atau bahkan tidak ada. Kemudian, ada dua jenis probono yaitu melakukan secara sukarela dan wajib (mandatory). Untuk pengacara di Indonesia sifatnya adalah mandatory karena sudah terdapat di dalam undang-undang.

“Sebenarnya konsep pro bono ada dua, yaitu volunteri dan di UU Advokat. Advokat wajib melakukan pro bono atau mandatory. Di implementasi bantuan hukum PP yang mengatur mengenai kewajiban pro bono, bahkan ada sanksi administrasi kepada lawyer yang tidak melakukan pro bono. Dari 225 juta populasi di Indonesia, hanya ada 30 ribu lawyer. Belum lagi kita lihat sebenarrnya banyak penduduk miskin di Indonesia, world bank bilang separuh orang Indonesia itu miskin jadi bayangkan jika orang miskin belum tentu bisa mengakses lawyer untuk bisa mendapatkan akses hukum,” ujarnya.

Di Hongkong, kata Algifari, melakukan pro bono untuk lawyer tidak diatur dalam undang- undang. Pengacara di Hongkong tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pro bono, sehingga pengacara yang melakukan pro bono merupakan pengacara yang melakukannya karena keinginan diri sendiri. (Baca Juga: Tiga Kubu PERADI Bersatu untuk Pro Bono)

Ranee Lee, Linklaters Hongkong, yang memiliki kekhususan di bidang Commercial Law menyatakan dirinya melakukan pekerjaan pro bono karena merasa terpanggil dari hati. Dia merasa senang ketka bisa melakukan pro bono dan membantu kepada orang yang membutuhkan.

Sedangkan mengenai kebijakan untuk melakukan kewajiban bagi seorang pengacara untuk menjadi sarat administratif, dirinya sangat tidak menyarankan karena melakukan kegiatan pro bono harus dilakukan dengan hati dan dari diri sendiri. Artinya, tidak boleh ada paksaan dalam melakukan pro bono.

“Pemerintah atau asosiasi advokat tidak perlu mewajibkan untuk melakukan pro bono bagi setiap lawyer. Karena pro bono haruslah dilaksanakan dari hati, tidak boleh ada paksaan. Ketika ada paksaan hasilnya tidak akan maksimal. Sehingga menurut saya tidak perlu bagi seorang advokat diwajibkan untuk melakukan pro bono, misalnya 50 jam setahun, itu tidak perlu,” ujarnya.

Selain itu, hal yang berbeda juga bahwa di Hongkong probono tidak hanya sekedar dilihat dengan kegiatan untuk melakukan litigasi di pengadilan saja. Jenis kegiatan probono berupa konsultasi hukum, mengajar, mengisi seminar, mengajar di perguruan tinggi, bahkan penelitian.

“Bukan hanya sekadar litigasi saja, di law firm kami lawyer yang melakukan probono bisa dengan memberikan konsultasi hukum, mengisi seminar, atau bahkan melakukan penelitian,” tuturnya.

Tags:

Berita Terkait