Ini Dia, Putusan Serta Merta di Pengadilan Hubungan Industrial
Utama

Ini Dia, Putusan Serta Merta di Pengadilan Hubungan Industrial

Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta menjatuhkan putusan serta merta. Jauh sebelumnya, PHI Palembang sudah menjatuhkannya terlebih dulu.

IHW
Bacaan 2 Menit
Ini Dia, Putusan Serta Merta di Pengadilan Hubungan Industrial
Hukumonline

 

Setelah melalui pemeriksaan di pengadilan, hakim menyatakan bahwa Fao memang bersalah karena menolak perintah atasan. Namun merujuk pada Perjanjian Kerja Bersama, pelanggaran tata tertib Fao tidak diancam dengan sanksi PHK. Melainkan surat peringatan pertama. Atas dasar itu, hakim mengabulkan tuntutan Fao untuk dipekerjakan kembali.

 

Mengenai upah selama proses yang hanya 75 persen, hakim menilai tindakan perusahaan tak berdasar. Karenanya, hakim menghukum perusahaan untuk membayar sisa kekurangan upah selama proses sejak Desember 2007 hingga putusan hakim dibacakan.

 

Dengan putusan serta merta, artinya perusahaan harus segera mempekerjakan Fao kembali pada jabatan dan kedudukan semula. Selain itu, perusahaan juga harus segera membayar upah selama proses kepada Fao.

 

Di Palembang

Putusan serta-merta ternyata juga pernah dijatuhkan jauh sebelum putusan perkara Fao. Adalah PHI Palembang yang melakukannya pada November 2006.

 

Sebagaimana dikutip dari Kompilasi Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Terseleksi 2006-2007, majelis hakim yang diketuai Suba'ie Syarif, beranggotakan Jilun dan Muljanto, sang pengadil yang menjatuhkan putusan serta-merta itu. Saat itu, trio hakim sedang mengadili perkara antara Eti Neni, Indah Farasanti dan Nurmeilah melawan Rumah Sakit Islam Siti Khodijah, Palembang.

 

Eti, Indah dan Nurmeilah adalah kasir dan perawat di rumah sakit itu. Ketiganya bekerja sebagai karyawan kontrak sejak 2002. Sampai 2006, rumah sakit terus menerus memperpanjang kontrak mereka. Hingga akhirnya pada Maret 2006, rumah sakit memutuskan hubungan kerja.

 

Tak puas dengan perlakuan rumah sakit, Eti dkk menggugatnya ke pengadilan. Mereka menuntut agar dipekerjakan kembali dengan status sebagai pegawai tetap.

 

Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa jenis pekerjaan Eti dkk bersifat tetap dan terus menerus ada selama rumah sakit berdiri. Selain itu, tindakan rumah sakit mengontrak Eti dkk selama 4 tahun dinilai melanggar UU Ketenagakerjaan. Alhasil, hakim menetapkan bahwa Eti dkk adalah pegawai tetap. Namun karena perusahaan menghalang-halangi bekerja, hakim lebih memilih mem-PHK Eti dkk dengan pesangon.

 

Hakim juga melihat fakta dan bukti yang terungkap di persidangan yang menyatakan bahwa rumah sakit telah melakukan PHK secara sewenang-wenang. Oleh karena itu mengacu pada Pasal 108 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), hakim menyatakan putusan perkara Eti dkk ini dilakukan secara serta-merta.

 

Dari dua contoh perkara di atas, ada kesamaan fakta yang dapat ditarik, yaitu, putusan serta merta dijatuhkan atas gugatan perselisihan PHK.

 

Gunawan Oetomo, salah seorang dari tim penyusun UU PPHI mengatakan bahwa pada awalnya putusan serta-merta hanya bisa dijatuhkan atas gugatan perselisihan hak. Karena perselisihan hak lebih jelas dan mudah diperiksa hakim. Hakim cukup melihat pada undang-undang dan peraturan lainnya termasuk perjanjian kerja atau PKB. Tapi entah kenapa kemudian itu tidak dicantumkan dalam Pasal 108 UU PPHI dan penjelasannya.

 

PHI Jakarta dan Palembang sudah pernah memutus secara serta-merta, bagaimana PHI yang lain?

Tak perlu menunggu lama-lama bagi pengusaha atau pekerja untuk menunggu putusan serta-merta di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Akhir November lalu, hakim PHI Jakarta menjatuhkan putusan serta merta. Adalah majelis hakim yang diketuai Makmun Masduki, beranggotakan Juanda Pangaribuan dan Dudy Hidayat yang menjatuhkan putusan itu dalam perkara antara Fao Aro Zendrato melawan PT Bina Sinar Amity.

 

Majelis hakim menegaskan putusan serta merta dengan amar putusan yang berbunyi, ‘menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi (uitvoerbaar bij voorraad)'. Pada pertimbangan hukumnya, putusan serta-merta dikabulkan karena penggugat tak menuntut pesangon dan didukung dengan bukti-bukti hukum yang sah.

 

Perkara ini berawal ketika perusahaan memberhentikan sementara (skorsing) Fao Aro dari pekerjaannya pada Desember 2007. Sanksi dijatuhkan karena Fao dinilai melawan atasan atau tidak mengikuti petunjuk dan perintah atasan. Mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama, tindakan Fao masuk dalam kategori pelanggaran tata tertib.

 

Di dalam surat skorsing, ditegaskan niat perusahaan memutus hubungan kerja Fao. Selain itu, surat skorsing juga menentukan bahwa Fao berhak atas upah selama proses yang besarnya adalah 75 persen upah yang biasa diterima Fao tiap bulannya. Tak terima, Fao menggugat perusahaan. Ia menuntut perusahaan untuk mempekerjakannya kembali.

Tags: