Ini Ide Caketum PERADI Jamin Pemberian Bantuan Hukum Pro Bono
Berita

Ini Ide Caketum PERADI Jamin Pemberian Bantuan Hukum Pro Bono

Mulai dari verifikasi dalam perpanjangan kartu anggota hingga integrasi dalam sistem pemagangan.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Empat kandidat Ketua Umum PERADI, Juniver Girsang, Hasanuddin Nasution, Humphrey Djemat, dan Luhut Pangaribuan dalam acara debat yang diselenggarakan PSHK, IJSL, dan Hukumonline, Rabu (18/3). Foto: RES
Empat kandidat Ketua Umum PERADI, Juniver Girsang, Hasanuddin Nasution, Humphrey Djemat, dan Luhut Pangaribuan dalam acara debat yang diselenggarakan PSHK, IJSL, dan Hukumonline, Rabu (18/3). Foto: RES
Selama ini, tak jarang masyarakat menilai profesi advokat merupakan profesi prestisius. Kesan tersebut rupanya bukan serta merta karena status officium nobile yang begitu melekat pada advokat. Publik menilai, advokat merupakan profesi yang bergelimang harta. Bahkan, kebanyakan mahasiswa hukum bercita-cita menjadi advokat karena ingin punya Ferrari.

Kesan semacam itu muncul tak lekang dari image jasa advokat yang mahal. Padahal, sejatinya advokat juga berkewajiban memberikan jasa praktik secara cuma-cuma. Hal itu merupakan amanat Pasal 22 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mengatur bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma selama 50 jam per tahun.

Calon Ketua Umum PERADI, Luhut MP Pangaribuan, mengeluhkan selama ini PERADI sebagai organisasi profesi advokat belum mampu menjamin pemberian bantuan hukum cuma-cuma itu. Pusat Bantuan Hukum (PBH) yang dibentuk oleh DPN PERADI bahkan menurutnya harus menghadapi tantangan lantaran tak bisa diverifikasi oleh Kementerian Hukum dan HAM. Oleh karenanya, ia menyayangkan keberadaan PBH yang belum bisa bergerak secara maksimal.

“Bantuan hukum cuma-cuma itu tidak saja kewajiban normatif sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang, tetapi juga kewajiban etis. Sangat disayangkan, lembaga PBH-nya sudah ada namun karena alasan administratif tidak bisa diverifikasi terkait dengan AD/ART,” ujarnya dalam Debat Calon Ketua Umum PERADI yang diselenggarakan hukumonline, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), dan Indonesia Jentera School of Law, di Jakarta, Rabu (18/3).

Terkait dengan hal itu, Luhut menuturkan harus ada upaya untuk mendobrak sistem PERADI dalam memastikan bantuan hukum pro bono. Ia menawarkan gagasan adanya persyaratan bagi setiap anggota untuk membuktikan pelaksanaan kewajiban tersebut dalam perpanjangan kartu tanda anggota. Dengan demikian, dirinya optimis setiap anggota PERADI bisa dipastikan memberikan bantuan hukum sesuai ketentuan undang-undang.

Dalam kesempatan yang sama, Calon Ketua Umum PERADI yang lain, Juniver Girsang, menambahkan perlunya penghargaan bagi anggota maupun pengurus yang telah menyelesaikan kewajiban pemberian bantuan hukum itu.

Ia menilai, selama ini amanat untuk memberikan bantuan hukum pro bono tidak berjalan baik karena tak ada keseriusan dari organisasi PERADI terhadap hal itu. Menurutnya, keseriusan organisasi antara lain bisa ditunjukkan dengan membangun sistem yang dibarengi dengan pemberian rewards.

“Soal ini nanti kita akan ditanya para anggota, apa manfaatnya kepada saya dan organisasi? Makanya perlu kita berikan rewards. Setelah ada sistem rewards baru kita berikan ketentuan mengenai sanksi,” tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PERADI, Hasanuddin Nasution mengaku selama ini PERADI sudah berbuat cukup banyak untuk memastikan anggota maupun organisasi memberikan bantuan hukum pro bono. Hanya saja, ia mengakui jika pelaksanaannya belum maksimal. Hal ini menurutnya karena banyak masalah yang ditemui di lapangan.

Kendati demikian, Hasanuddin yakin pemberian bantuan hukum cuma-cuma bisa ditaati oleh seluruh anggota PERADI. Bahkan, ia optimis para advokat bisa memberikan bantuan hukum lebih banyak dari yang diamanatkan undang-undang. Menurut perhitungannya, dalam setahun setiap advokat setidaknya bisa memberikan bantuan hukum secara total untuk menangani satu perkara.

“Daripada 50 jam belum tentu satu perkara. Kalau ini berjalan, kita hitung saja berapa anggota PERADI, bisa ada lebih dari 28 ribu perkara yang selesai dengan bantuan hukum cuma-cuma,” imbuhya.

Advokat Humphrey Djemat menuturkan dirinya sudah membuktikan bahwa tak sulit bagi advokat yang sibuk mengurusi banyak perkara untuk tetap melakukan kewajiban pro bono.
Ia mencontohkan, ketika masih aktif dalam Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) pihaknya berhasil memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi para tenaga kerja Indonesia yang terbelit masalah. Bahkan, dengan bangga ia menyebut pendampingan itu membawa AAI sebagai bagian dari Satuan Tugas (satgas) yang menangani TKI bermasalah.

“AAI sudah melakukannya. Kita malah mendapatkan rekor MURI untuk itu. Jadi, bantuan hukum cuma-cuma bukan wacana lagi bagi saya. Kenapa AAI yang tidak ada uang bisa seperti itu, tetapi kenapa PERADI yang banyak uang tidak bisa,” ujarnya retoris.

Humphrey punya metode lain untuk memastikan setiap anggota PERADI memberikan bantuan hukum cuma-cuma. Menurutnya, hal ini harus terintegrasi dalam sistem pemagangan advokat.
Dengan demikian, ia melihat akan ada mentoring dari advokat yang senior. Menurutnya, mentoring yang menjadi sarana transfer of knowledge itu juga merupakan bentuk bantuan hukum cuma-cuma secara tak langsung.
Tags:

Berita Terkait