Anggota Komisi III Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menyesalkan tidak masuknya Revisi UU Advokat dalam Prolegnas prioritas 2016. Menurutnya, merevisi UU Advokat menjadi perekat dan mengakomodir berbagai organisasi advokat demi kepentingan masyarakat para pencari keadilan.
Arsul yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) itu beralasan, gagalnya Revisi UU Advokat masuk dalam Prolegnas prioritas 2016 lantaran belum siapnya naskah akademik. Bahkan, draf yang menjadi salah satu prasyarat usulan sebuah RUU agar masuk Prolegnas belum dirampungkan pihak pengusul. Partai tempatnya bernaung memang menjadi pihak pengusul. Namun sembari menyusun naskah akademik dan draf RUU, Arsul menunggu berbagai masukan dari organisasi advokat.
Tak hanya masukan, organisasi advokat diharapkan dapat memberikan naskah akademik dan draf RUU. Langkah itu setidaknya dapat menjadi pendukung agar kemudian RUU Advokat dapat masuk dalam Prolegnas di periode berikutnya. “Kita sedang menyiapkan penyusunan naskah akademik dan draf. Kita juga menunggu dari teman-teman organisasi advokat yakni naskah akademik, kita lagi menunggu,” katanya kepada hukumonline, Rabu (27/1).
RUU Advokat sempat dibahas oleh DPR periode 2009-2014. Sayangnya, pembahasan dilakukan saat penghujung masa jabatan periode DPR lalu. Terlebih, konsentrasi anggota dewan saat itu terpecah dengan menghadapi pemilihan calon legislatif. Tak hanya itu, pro kontra antar organisasi advokat memicu kondisi pembahasan RUU di tingkat Panja memanas. Hingga waktu yang ditentukan, walhasil Panja tak dapat merampungkan RUU Advokat.
Arsul berpandangan, pembahasan Revisi UU Advokat sendiri dapat menggunakan naskah akademik dan draf Revisi UU Advokat periode lalu. Namun dengan catatan, tak ada organisasi advokat yang memberikan masukan dan naskah akademik. Namun begitu, Fraksi PPP masih melihat perkembangan kondisi organisasi advokat. Ia berharap Revisi UU Advokat dapat masuk Prolegnas prioritas 2017.
“Kemungkinan kita ajukan di 2017, dan temen-teman advokat memberikan naskah akademik dan draf. Ini kan komunitas profesi bersangkutan,” ujarnya.
Menurut Arsul, PPP mengupayakan untuk berkomunikasi dengan organisasi advokat seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Meski PERADI kini terpecah menjadi tiga, namun ia berupaya melakukan komunikasi dengan ketiganya. Selain PERADI, Arsul meminta Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) turut memberikan masukan dan naskah akademik.
Mantan Ketua Panja RUU Advokat, Sarifudin Sudding, berpandangan masuk tidaknya sebuah RUU dalam Prolegnas prioritas mesti melalui mekanisme yang berlaku. Ia menilai semua pembuatan perundangan-undangan mesti mengacu sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Misalnya, adanya usulan dari fraksi partai minimal lebih dari 1, atau usulan dari pemerintah.
Sudding yang beralatar belakang advokat itu mengaku kecewa dengan kondisi organisasi advokat yang kian terpecah belah. PERADI, organisasi advokat yang diharapkan dapat mempersatukan organisasi advokat yang terpecah, malah mengalami kondisi yang sama.
Tak jauh berbeda seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI), PERADI pun terpecah menjadi tiga kubu pasca Musyawarah Nasional (Munas) di Makassar, Maret 2015. Merujuk kondisi itulah anggota Komisi III itu berpandangan perlunya dilakukan segera revisi terhadap UU No.18 Tahun 2003.
“Saya kira setelah melihat kondisi ril saat ini memang sudah terpecah-pecah. Tidak hanya KAI, dan di PERADI terpecah juha. Jadi suatu keniscayaan di dalam UU ini untuk dilakukan revisi,” pungkas politisi Partai Hanura itu.
Sekadar diketahui, RUU Advokat masuk dalam Prolegnas periode 2015-2019. Masuknya Revisi UU Advokat dalam Prolegnas kali ini sebagai tindaklanjut tidak rampungnya pembahasan di DPR periode 2009-2014. Dalam daftar Prolegnas periode 2015-2019, RUU Advokat berada di urutan 51.