Jaksa Tidak Boleh Sembarang Menulis Opini di Media
Berita

Jaksa Tidak Boleh Sembarang Menulis Opini di Media

Kalaupun menuliskan artikel di media massa, harus seizin Jaksa Agung. Larangan itu sudah berlaku sejak 1984.

Rfq
Bacaan 2 Menit
Jaksa Tidak Boleh Sembarang Menulis Opini di Media
Hukumonline

 

Kebijakan internal itu rupanya bocor keluar. Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho menyayangkan kebijakan melarang jaksa menulis opini secara ilmiah. Bagi Emerson, kebijakan semacam ini malah membuat jaksa tidak berkembang. Selain itu, jaksa seolah diajari tidak berpikir kritis. Walhasil, seorang jaksa akan kesulitan menuangkan ide-idenya ke ruang publik.

 

Emerson melihat implikasi kebijakan itu lebih jauh. Kebijakan tersebut berpotensi melanggar konstitusi, ujarnya. Pasal 28 F UUD 1945 memberikan perlindungan kepada setiap orang untuk menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Karena itu, ia meminta Jaksa Agung mencabut larangan tersebut.

 

Dalam salinan surat yang diperoleh hukumonline terungkap bahwa sebenarnya jaksa tidak terlarang sepenuhnya menulis di surat kabar. Cuma, apabila seorang jaksa hendak mengirimkan tulisan atau hasil karyanya ke media massa, ia harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Jaksa Agung. Persetujuan dari Jaksa Agung diperlukan guna menghindari kemungkinan timbulnya hal-hal yang bertentangan dengan kebijakan pimpinan Kejaksaan. Jangan sampai tulisan atau opini tersebut merusak citra Kejaksaan.

 

Surat yang diteken Wisnu Subroto itu tidak berdiri sendiri. Kebijakan yang ia tempuh bukan sesuatu yang baru. Sebabm ia merujuk pada Surat Edaran Jaksa Agung No. SE-005/JA/02/1984 tertanggal 21 Februari 1984 tentang Larangan Mengirim Tulisan/Artikel untuk Dimuat di Surat Kabar/Mass Media Tanpa Izin Jaksa Agung.  

 

Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung No. 001/A/JA/01/2008, pejabat yang punya kewenangan melakukan pemberitaan melalui media massa sudah ditentukan. Di lingkungan Kejaksaan Agung, wewenang itu hanya dimiliki Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapspenkum). Di lingkungan Kejaksaan Tinggi, wewenang diberikan kepada Kajati, Wakil Kajati, para asisten, dan Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat. Turun ke level bawah, di tingkat Kejaksaan Negeri wewenang hanya dimiliki oleh Kajari, dan di level Cabang hanya dimiliki oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.

 

Terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan kebijakan melarang jaksa mengirimkan artikel ke media massa tanpa izin Jaksa Agung sudah lama berlaku. Surat Edaran 1984 hingga kini masih valid. Intinya jaksa tidak boleh menyampaikan kesimpulan atau opini yang menyangkut masalah di Kejaksaan, tandasnya.

 

Ditegaskan Hendarman, jaksa tetap boleh menyampaikan data dan fakta terkait hasil kasus dalam suatu persidangan karena proses persidangan terbuka untuk umum. Sebaliknya, jika jaksa langsung menulis opini di media massa justru bertentangan dengan SE yang dikeluarkan tahun 1984. Izin Jaksa Agung tetap diperlukan. Surat edaran itu sudah ada sejak 25 tahun yang lalu, dan itu masih valid, pungkasnya.

Reda kontroversi pengangkatan Kemas Yahya Rahman dan M. Salim dalam tim supervisi penanganan perkara korupsi, Kejaksaan Agung kembali menabur benih perdebatan. Kali ini menyangkut opini di media massa.

 

Sebagai seseorang yang harusnya terbiasa berpikir ilmiah, adalah wajar seorang jaksa menuangkan pikiran-pikiran kritisnya ke dalam tulisan. Tulisan itu bisa dikirimkan ke media massa untuk dimuat. Selain melatih jaksa menulis karya ilmiah, mengirimkan opini ke media massa juga bisa membangun jejaring si penulis ke dunia luar.

 

Langkah itu pula antara lain yang dilakukan Hendra Apriansyah. Jaksa pada Kasubdit Penuntutan Kejaksaan Negeri Madiun ini menulis sebuah opini berjudul Tegakkan Hukum Sambil Melawan Hukum. Tulisan Hendra, sebuah otokritik atas praktik suap di Kejaksaan, dimuat pada harian Republika pada edisi 29 Maret 2008.

 

Bisa jadi, Hendra hanya salah seorang dari jaksa yang pernah menuangkan pikiran-pikirannya lewat media massa. Ke depan, orang seperti Hendra tidak gampang lagi menuliskan opini. Kejaksaan Agung memperketat pengawasan. Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, Wisnu Subroto, diketahui meneken surat No. B-778/D/L.2/04/2008 yang intinya melarang jaksa menuliskan opini lewat media massa tanpa izin Jaksa Agung. Surat itu ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Seluruh Indonesia.

 

Sebelumnya, Kejaksaan  Agung diketahui pernah membuat kebijakan yang melarang jaksa dalam melaksananakan tugas profesi memberikan keterangan kepada  publik kecuali terkait dengan perkara yang ditangani.

Tags: