​​​​​​​Jalan Panjang Menembus Batas Usia Menuju Pelaminan
Hukum Perkawinan Kontemporer

​​​​​​​Jalan Panjang Menembus Batas Usia Menuju Pelaminan

Permohonan dispensasi perkawinan umumnya diterima hakim. Perubahan batas minimal usia perkawinan dinyatakan sebagai open legal policy. Kini, terbuka peluang.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Perbedaan batas usia anak dan dewasa bukan hanya terjadi antara UU Perkawinan dan Konvensi Hak Anak. Ukuran kedewasaan (bukan anak-anak lagi) juga berbeda dalam Undang-Undang lain. Keragaman pandangan mengenai batas usia kedewasaan menikah juga terjadi dalam agama-agama yang diakui di Indonesia. Islam, misalnya, menggunakan ukuran akil baligh, bukan batas usia.

 

Beberapa ketentuan tentang ukuran anak dan dewasa di Indonesia

Pasal 330 KUH Perdata

UU SPPA

UU Perlindungan Anak jo Putusan MK

UU Kewarganegaraan

UU Ketenagakerjaan

21 tahun

18 tahun

18 tahun

18 tahun

18 tahun

 

Hukum Indonesia sebenarnya sudah memberi batas minimal perkawinan yang diizinkan. Tetapi UU Perkawinan juga memberi ruang terjadinya perkawinan seorang perempuan di bawah usia 16 tahun dan laki-laki di bawah usia 19 tahun. Ruang yang disediakan hukum itu adalah dispensasi perkawinan.

 

Penelitian yang dilakukan di Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi di Kabupaten Tuban, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Mamuju dan Koalisi 18+ menunjukkan ada 377 permohonan dispensasi perkawinan di tiga daerah itu dalam periode 2013-2015. Dari jumlah itu, tercatat 367 permohonan dispensasi diterima hakim (97,34 %), tidak dapat diterima 4, dicabut 6 perkara, dan hanya 1 permohonan yang ditolak hakim Pengadilan Agama. Permohonan terbanyak ditemukan di Pengadilan Agama Tuban, yakni 333 dari 377 seluruh permohonan di tiga kabupaten. Koalisi juga menemukan praktik dispensasi illegal di lapangan.

 

Menurut hukum, permohonan dispensasi perkawinan bagi yang beragama Islam diajukan ke Pengadilan Agama, sedangkan bagi yang beragama lain diajukan ke Pengadilan Negeri. Faktanya, Koalisi menemukan ada perkawinan anak yang tidak melalui mekanisme dispensasi pengadilan dan tidak tercatat di pemerintah. Masyarakat Indonesia masih mengenal perkawinan yang dilaksanakan menurut hukum adat. Alhasil, kewajiban dispensasi masih bisa disimpangi. Inilah yang dianggap sebagai masalah krusial dalam perkawinan anak.

 

Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan dan Koalisi Perempuan Indonesia bersama sejumlah organisasi dan perseorangan pernah melakukan upaya hukum untuk mendorong kenaikan batas usia minimal perkawinan. Selain melakukan advokasi publik, mereka juga mengajukan uji materi UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi. Dalam proses persidangan yang berlangsung selama lebih dari setahun itu terungkap pandangan dari masing-masing pihak, termasuk Pihak Terkait.

 

Baca juga:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait