Jangan Pilih Parpol yang Lemahkan KPK
Berita

Jangan Pilih Parpol yang Lemahkan KPK

Sikap yang meminta melanjutkan pembahasan RKUHAP dan RKUHP dapat dimaknai ‘parpol melawan balik KPK’.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Jangan Pilih Parpol yang Lemahkan KPK
Hukumonline
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  sebagai ujung tombak dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, kondisi KPK kini dalam posisi mengkhawatirkan. Soalnya, mayoritas partai politik di parlemen cenderung ingin melanjutkan proses pembahasan RKUHAP dan RKUHP dalam periode DPR periode 2019-2014.

Demikian intisari dari Koalisi Masyarakat Sipil  Anti Korupsi dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (3/4). “Koalisi mengingatkan masyarakat untuk cerdas memilih partai yang tidak mendukung pemberantasan korupsi,” ujar Anggota divisi korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz.

Donal menuturkan, lembaganya telah melakukan pemetaan. Belakangan ditemukan tujuh fraksi yang keukeuh melanjutkan pembahasan RKUHAP dan RKUHP masa periode ini. Padahal, jika dilihat dari waktu sudah terbilang mepet. Terlebih, dalam masa Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg), anggota dewan yang kembali mencalonkan menjadi anggota DPR lebih fokus kampanye di Daerah Pemilihan (Dapil), ketimbang melakukan pembahasan.

Berdasarkan catatan ICW, parpol tersebut adalah Partai Golkar, Demokrat, , PKS, PAN, PPP, PKB, dan Hanura. Sementara PDIP dan Gerindra menyatakan tidak perlu melanjutkan pembahasan RKUHAP dan RKUHP pada masa periode kali ini.

Namun bagi Donal tidak kemudian masyarakat harus mendukung PDIP atau Gerindra.  “Kami prihatin dengan sikap parpol yang dalam setiap kampanye tetap mengusung isu antikorupsi, namun faktanya mendukung upaya pelemahan KPK,” ujarnya.

Beberapa waktu lalu, KPK secara resmi telah melayangkan surat ke DPR perihal permintaan penghentian kelanjutan pembahasan RKUHAP dan RKUHP. Selain alasan waktu yang relatif pendek, juga banyaknya substansi pasal yang belum dibahas, malahan cederung bermasalah. KPK mengusulkan agar substansi RKUHAP dan RKUHP diperbaiki oleh pemerintah untuk kemudian dilanjutkan pembahasannya oleh DPR periode 2014-2019.

Lebih jauh, Donal berpandangan pembahasan RKUHAP dan RKUHP dilakukan oleh anggota dewan yang tidak memiliki jejak rekam pemberantasan korupsi yang baik. “Sehingga bisa kita bayangkan hasil RKUHAP dan RKUHP nanti. Dari konteks pemerintah ini menunjukan wajah asli pemerintah,” ujarnya.

Direktur Advokasi dan Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain, mengatakan ada upaya menghilangkan kekuatan lembaga antirasuah itu. Misalnya, penyelidikan dan penyadapan.

Menurutnya, koalisi masyarakat sipil antikorupsi telah membuat sejumlah catatan terhadap para anggota dewan yang kembali mencalonkan diri menjadi anggota dewan periode mendatang. “Koalisi sudah melakukan catatan kepada caleg yang tidak pro pemberantasan korupsi," ujarnya.

Bahrain mengatakan, sikap yang meminta melanjutkan pembahasan RKUHAP dan RKUHP dapat dimaknai ‘parpol melawan balik KPK’. Namun,  dapat juga ditafsirkan sebagai upaya sistematis pelemahan terhadap KPK. Selain itu, koalisi meragukan komitmen parpol  terhadap antikorupsi.

Sedangkan posisi parpol yang tidak mendukung atau berupaya melemahkan KPK justru akan merugikan parpol itu sendiri. Pasalnya, tidak akan mendapat simpati dari masyarakat dalam Pemilu 2014.

Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Zulkifli Jumirin, berpendapat jika pembahasan RKUHAP dan RKUHP dilakukan dengan cepat akan membahayakan bagi KPK. Pasalnya itu tadi, sejumlah pasal substansi dinilai masih bersalah.

Menurutnya, yang menginginkan kelanjutan pembahasan merupakan parpol yang banyak kadernya tersandung kasus korupsi. Zulkifli khawatir disaat sejumlah pasal substansi yang dinila masih menuai persoalan kemudian dilanjutkan justru akan mengamankan posisi anggota dewan.

“Kami ingin masyarakat menghindari parpol yang tidak pro pemberantasan korupsi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait