Jelang Mayday 2014, Pekerja Tolak Upah Murah
Berita

Jelang Mayday 2014, Pekerja Tolak Upah Murah

Buruh mengusulkan kenaikan UMP 2015, minimal 30 persen. Pengusaha mengatakan sulit dijalani.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Jelang Mayday 2014, Pekerja Tolak Upah Murah
Hukumonline
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan mengusung sejumlah isu dalam merayakan hari buruh internasional atau Mayday pada 1 Mei 2014. Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan berbagai isu itu bukan hanya menyangkut kepentingan kaum pekerja tapi juga rakyat Indonesia. Seperti upah, KSPI mendesak kenaikan UMP 2015 di semua daerah rata-rata 30 persen. Untuk mencapai hal itu pemerintah harus terlebih dulu merevisi komponen kebutuhan hidup layak menjadi 84 item.

Mengingat saat ini masa Pemilu 2014 Iqbal berharap calon legislatif (caleg) dan presiden (capres) terpilih berorientasi untuk menghentikan kebijakan upah murah. Pasalnya selama dua periode kepemimpinan pemerintahan di bawah Presiden SBY, pemerintah cenderung mengutamakan pertumbuhan ekonomi. Ujungnya, kebijakan itu cuma dinikmati oleh kelompok masyarakat yang tergolong kaya.

Akibatnya, Iqbal melanjutkan, gini rasio yang ada di Indonesia meningkat, dari 0,39 pada 2012 dan 0,41 tahun 2013. Menurutnya, gini rasio dapat digunakan sebagai parameter untuk melihat kesenjangan yang semakin lebar antara pendapatan yang diterima masyarakat golongan ekonomi atas dan bawah. Namun dengan meningkatkan daya beli masyarakat golongan bawah, khususnya kaum pekerja maka gini rasio itu akan berkurang. Caranya dapat dilakukan dengan mendongkrak upah minimum dan menjaga pertumbuhan ekonomi.

“Kenaikan UMP 2015 kami minta 30 persen, KHL harus diubah jadi 84 item. Dengan begitu gini rasio akan berkurang,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (22/4).

Masih berkaitan dengan upah, dalam merayakan Mayday 2014 nanti Iqbal menyebut pekerja menolak penangguhan upah minimum. Sebab, upah minimum adalah jaring pengaman bagi kaum pekerja agar tidak menjadi miskin absolut. Jika pemilik modal mengupah pekerjanya dengan upah yang tidak layak, salah satu caranya dengan mengajukan penangguhan upah minimum, maka pemerintah absen dalam melindungi pekerja.

Iqbal berpendapat upah minimum adalah instrumen yang digunakan pemerintah untuk melindungi kaum pekerja agar tidak miskin absolut. Jika pengusaha tidak mengupah pekerjanya paling sedikit upah minimum maka tidak ada jaring pengaman bagi pekerja. Apalagi dalam tiga tahun terakhir berapapun kenaikan upah minimum, sebagian besar pengusaha pasti mengajukan penangguhan. “Mekanisme penangguhan itu dijadikan pembenaran oleh pengusaha untuk tidak mengupah pekerjanya paling sedikit sesuai UMP,” tuturnya.

Masih bersinggungan tentang jaring pengaman untuk pekerja, Iqbal mengatakan dalam Mayday yang akan diikuti oleh sejuta pekerja di 20 provinsi itu akan mendesak pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan. Terutama tentang program Jaminan Pensiun.

Menurut Iqbal, penting bagi kaum pekerja untuk memperjuangkan agar pensiun yang diterima nanti dapat memenuhi kebutuhan hidup. Untuk itu pekerja mengusulkan agar pensiun yang diterima besarannya paling sedikit 70 persen dari upah terakhir. Tapi itu harus diikuti kenaikan upah minimum yang sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Sebab upah pekerja mempengaruhi berapa besaran uang pensiun yang diterima. “Kalau dari sekarang upah layak tidak diperjuangkan maka ketika pensiun, pekerja akan mendapat upah murah,” tukasnya.

Menyangkut BPJS Kesehatan, Iqbal mendesak pemerintah mencabut Permenkes No. 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Sebab, regulasi itu menghambat pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar BPJS Kesehatan karena tarif yang ditentukan lewat INA-CBGs tergolong minim.

Akibat minimnya tarif tersebut, Iqbal khawatir klinik dan Rumah Sakit (RS) tidak akan melakukan pelayanan yang optimal terhadap peserta JKN. Ia mengusulkan sistem INA-CBGs diganti dengan Fee For Service (FFS). Tapi bukan berarti menyetujui BPJS Kesehatan jorjoran membayar klaim untuk fasilitas kesehatan, namun tarif yang dibayar jangan terlalu murah.

Mengenai outsourcing, dalam Mayday 2014 Iqbal mengatakan kaum pekerja akan mendesak pemerintah mengangkat pekerja outsourcing di BUMN menjadi tetap. Atau pekerja outsourcing yang bersangkutan dipekerjakan lewat kontrak langsung dengan BUMN tersebut. Sehingga tidak melalui perusahaan outsourcing. Baginya BUMN harus menjadi contoh yang baik bagi perusahaan swasta dalam menerapkan sistem ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kemudian, pada perayaan Mayday 2014 nanti Iqbal mengatakan kaum pekerja akan mendorong RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT) segera disahkan. Begitu pula dengan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) sebagai revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Kaum pekerja berharap agar RUU PPILN lebih mengedepankan perlindungan ketimbang penempatan.

Selain itu Iqbal menyebut kaum pekerja akan menyuarakan agar UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dicabut dan diganti dengan RUU Perkumpulan. Kemudian mengusulkan pegawai dan guru honorer untuk diangkat menjadi PNS. Serta subsidi sebesar Rp1 juta per orang setiap bulan untuk guru honorer.

Tak ketinggalan serikat pekerja menuntut pemerintah untuk menyediakan transportasi publik dan perumahan murah untuk kaum pekerja. Lalu gulirkan wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk anak pekerja hingga perguruan tinggi.

Iqbal menjelaskan perayaan Mayday di Jabodetabek akan diikuti oleh 120ribu pekerja. Dengan titik kumpul di Bundaran HI, massa aksi bakal berjalan menuju Istana Negara dan Gelora Bung Karno untuk menyaksikan pergelaran musik buruh.

Sebelumnya, Ketua Bidang DPN Apindo, Soebronto Laras, mengatakan kenaikan UMP 30 persen bakal sulit dijalani. Apalagi tahun 2015 nanti pasar bebas ASEAN akan berjalan. Dengan bergulirnya pasar bebas maka Indonesia harus mampu bersaing dengan negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Salah satu hal yang dapat mendorong agar Indonesia mampu bersaing adalah terciptanya efisiensi. “Kenaikan UMP 30 persen itu sulit, pengusaha pasti lari,” paparnya.

Soebronto berpendapat investor pasti akan mencari tempat yang bagus untuk berbisnis. Myanmar adalah salah satu negara saingan Indonesia menjelang pasar bebas ASEAN 2015. Pemerintah Myanmar sudah menerbitkan kebijakan yang membuka pintu lebar bagi investor. Padahal, pada masa sebelumnya Myanmar dikenal sebagai salah satu negara yang cenderung tertutup.

Peluang Myanmar untuk menarik investor menurut Soebronto cukup besar apalagi upah pekerja disana tergolong paling murah di Asia Tenggara. “Orang akan tertarik datang karena cost efficient,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait