Jelang Pemilu, Perizinan Lahan Hutan Rawan Diobral?
Berita

Jelang Pemilu, Perizinan Lahan Hutan Rawan Diobral?

Izin yang diberikan merupakan kompensasi atas dukungan kepada para peserta pemilu.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline.com

Sumber: Auriga

 

Zenzi juga menyayangkan, dari hasil citra satelit yang dilakukan Walhi menyatakan kawasan hutan yang dilepas tersebut memiliki karakter tutupan hutan sangat baik. Sehingga, kebijakan tersebut justru berdampak buruk terhadap kelestarian lingkungan di kawasan hutan tersebut.

 

Atas persoalan tersebut, Zenzi meminta pemerintah tidak memberi perizinan yang dapat merusak kelestarian lingkungan. Selain itu, Walhi juga mendorong kepada para penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi segala bentuk perizinan termasuk penggunaan kawasan hutan untuk mencegah terjadinya kejahatan korupsi.

 

“Kami secara tegas sampaikan kepada pemerintah termasuk pemda agar tetap konsisten menjalankan Inpres Nomor 8 Tahun 2018. Kami juga masih dalam tenggat waktu untuk menyiapkan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) sebagai upaya lain untuk membatalkan SK 517/2018 tersebut,” jelas Zenzi.

 

Transaksi perizinan memang bukan barang baru dalam kejahatan korupsi tanah air. Sektor perizinan masih menjadi ‘lahan’ empuk korupsi pejabat pusat dan daerah. Lembaga anti rasuah KPK menyatakan sepanjang 2014-2017 transaksi perizinan berada pada peringkat kedua kasus terbanyak setelah perkara pengadaan barang jasa.

 

Berikut Pidana Korupsi Berdasarkan Jenis Perkara:

Hukumonline.com

Sumber: Website KPK

 

Salah satu lembaga nirlaba yang fokus terhadap sumber daya alam, Auriga juga menyatakan transaksi perizinan lahan jelang pemilu lumrah terjadi karena diperlukannya sumber pendanaan para peserta pemilu tingkat daerah dan pusat. Peneliti Auriga, Muhammad Iqbal Damanik menjelaskan praktik transaksi perizinan ini umumnya terjadi di wilayah penghasil tambang dan perkebunan.

 

Iqbal menjelaskan pihak korporasi tersebut memiliki kepentingan dengan pemerintah daerah untuk keberlangsungan usahanya. “Dari hasil riset kami kelihatan bahwa izin-izin berbasis lahan banyak terbit satu tahun sebelum atau sesudah pilkada. Uangnya disalurkan melalui tim sukses. Hal ini terjadi karena korporasi harus membangun dan membina hubungan panjang dengan penguasa di daerah,” jelas Iqbal, Kamis (10/1).

 

Meski demikian, dia menjelaskan pihak korporasi tersebut tidak serta merta termasuk dari tim sukses para peserta pemilu. “Jarang sekali terjadi korporasi langsung terlibat sebagai timses. Kalau dugaan sumber dana bisa dikatakan iya,” pungkas Iqbal.

 

Tags:

Berita Terkait