Jimly Asshiddiqie: Kajian HTN Jangan Terlalu Originalist dan Domestik
Terbaru

Jimly Asshiddiqie: Kajian HTN Jangan Terlalu Originalist dan Domestik

Konstitusi sejatinya memiliki objek telaah/kajian yang sangat luas, sehingga perbandingan ide-ide hukum dengan negara lain menjadi sangat dibutuhkan untuk mengembangkan struktur kelembagaan konstitusional yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan zaman.

Hamalatul Qurani
Bacaan 3 Menit

Tak hanya negara komunis, negara-negara yang menganut paham supremasi parlemen juga mempunyai lembaga tertinggi negara layaknya MPR di Indonesia, khususnya negara-negara yang menganut supremasi parlemen yang dicampur dengan kerajaan, seperti Inggris dan Belanda. Di Belanda Ratu/Raja sekaligus menjadi ketua Eerste Kamer (Dewan Negara). Sedangkan di Inggris Ratu/Raja sekaligus menjadi ketua House of Lords.

“Jadi jelas, bahwa struktur kelembagaan konstitusional kita, itu banyak diambil dari luar. Barulah budaya konstitusionalnya yang diambil secara turun-temurun,” tutur Jimly.

Untuk itu, perbandingan ide-ide yang sudah ada di negara lain itu menjadi penting dilakukan untuk mengembangkan struktur kelembagaan konstitusional yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan zaman (di Indonesia. red). Perihal pengembangan pengaturan masyarakat hukum adat pun Indonesia bisa belajar dari konsep indigenous people yang dianut AS.

Bila merunut sejarah di abad ke-17, masyarakat adat AS yang membuat konstitusi sendiri dilarang dan bahkan diancam dengan sanksi hukum. Namun, di abad ke-19 konstitusi yang dibuat masyarakat adat diakui oleh negara, bahkan disahkan oleh pemerintah federal. Dampaknya, desa adat menjadi diakui dan diperlakukan sebagai sebuah badan hukum.

Dengan begitu, segala hal yang berhubungan dengan desa, seperti keinginan untuk melakukan penambangan di daerah itu harus melewati tahapan negosiasi dengan masyarakat desa setempat tersebut. “Itulah mengapa desa di AS kaya-kaya, berbeda sekali dengan Indonesia,” sindirnya.

Untuk itu, poin penting yang tak boleh terlupakan, konstitusi sejatinya memiliki objek telaah yang sangat luas, sehingga perbandingan hukum dengan negara lain menjadi sangat dibutuhkan. Jangan sampai ahli-ahli HTN Indonesia di masa depan disebut Jimly menjadi sangat originalist dan cenderung domestik.

Mahasiswa hukum tata negara sekalipun disebutnya juga harus berani membuka diri terhadap pemikiran global. Mengingat ada banyak sekali masalah tata negara yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan memahami teks UUD Tahun 1945. “Perlu pemahaman yang luas untuk memahami ide-ide baru yang tengah berkembang di lingkup internasional.”

Tags:

Berita Terkait