KAI Siap Memberi Bantuan Advokasi bagi Korban Pinjol Ilegal
Terbaru

KAI Siap Memberi Bantuan Advokasi bagi Korban Pinjol Ilegal

KAI berkomitmen memerangi Pinjol ilegal yang dinilai lebih jahat daripada rentenir dan teroris.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto (tengah) usai membuka rangkaian acara HUT KAI ke-13 di Solo, Sabtu (12/6/2021). Foto: Istimewa
Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto (tengah) usai membuka rangkaian acara HUT KAI ke-13 di Solo, Sabtu (12/6/2021). Foto: Istimewa

Patah arang. Peribahasa itu tepat ketika masyarakat makin terhimpit ekonomi di tengah pandemi Covid-19 yang mendorong mereka melakukan pinjaman online (Pinjol) ilegal yang makin marak dengan beragam tawaran dan iming-iming. Dengan begitu, Pinjol ilegal dianggap jalan keluar sesaat mengatasi kebutuhan hidup yang semakin meningkat.

“Pinjaman online ilegal korbannya sangat banyak. Ini lebih jahat daripada rentenir dan teroris. Misalnya, pinjam Rp 10 juta bisa diperas hingga ratusan juta,” ujar Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Tjoetjoe Sandjaja Hernanto saat membuka rangkaian acara Hari Ulang Tahun (HUT) KAI ke-13 di Solo Jawa Tengah, Sabtu (12/6/2021). (Rayakan Hari Jadi, KAI Gelar Seminar Hukum Nasional Tentang Pinjol)

Dia melihat pelaku Pinjol ilegal amat mengerikan, tak sekedar mengancam, bahkan menyebarkan foto pribadi dengan gambar yang telah diedit. Celakanya, kata Tjoetjoe, tak ada pihak tergerak lantaran korbannya hanya diam akibat tak memiliki kemampuan melawan. Dia berharap melalui forum diskusi dengan menggelar seminar tentang Pinjol Ilegal dapat menjadi sarana melakukan perlawanan.

“KAI akan melakukan perlawanan dengan Pinjol ilegal. Nanti yang pimpin Pak Heru Notonegoro selaku wakil presiden KAI,” ujarnya.

Tjoetjoe mengajak semua pihak melawan Pinjol ilegal yang telah meresahkan masyarakat. Dia berpendapat terdapat satu sistem perbankan yang penerapannya agak keliru dan kurang tepat.  Sehingga penerapan sistem perbankan tersebut dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk melakukan tindak kejahatan.

Seperti, ketika terdapat orang yang mengetahui nomor rekening pejabat, maka dengan mudah mengirimkan sejumlah uang ke rekening tersebut. Padahal, pejabat tak boleh menerima uang dari pihak lain lantaran bisa dianggap bentuk gratifikasi. Tindakan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk menjebak.

Tjoetjoe menyarankan agak ke depan sistem perbankan tersebut dapat diperbaiki. Misalnya, bila terdapat pihak yang hendak mentransfer uang, maka pihak bank harus mengkonfirmasi persetujuan dari pihak pemilik rekening, apakah menerima atau menolak transferan uang tersebut. Pihak Pinjol ilegal mentransfer uang dalam jangka waktu tertentu, kemudian menagih. “Caranya mencegah, perbankan harus mengkonfirmasi terlebih dahulu,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait