Kala Praperadilan Tersangka OTT Selalu Ditolak Pengadilan
Utama

Kala Praperadilan Tersangka OTT Selalu Ditolak Pengadilan

Beragam alasan hakim menolak permohonan praperadilan.

CR-24
Bacaan 2 Menit

 

(Baca juga: OTT, Tertangkap Tangan dan Entrapment (2)).

 

Panitera PN Jakarta Utara, Rohadi, pernah mengajukan praperadilan di dua lokasi yaitu PN Jakpus dan PN Jaksel. Di PN Jakpus, gugatan ini ditolak dengan pertimbangan bukan menjadi kewenangan pengadilan tersebut, sedangkan di PN Selatan nasibnya tidak jauh berbeda. Hakim tunggal Riyadi Sunindyo menolak gugatan tersebut. Rohadi terjaring OTT terkait dugaan suap untuk meringankan hukuman pedangdut Saipul Jamil. Ia menerima uang sebesar Rp250 juta dari commitment fee sebesar Rp500 juta.  Belakangan KPK bahkan menetapkan Rohadi juga sebagai tersangka pencucian uang karena diduga mempunyai harta yang tidak sesuai dengan pendapatannya.

 

Ada lagi praperadilan yang dilayangkan mantan Wali Kota Ciamis, Atty Suharty yang menjadi tersangka karena diduga menerima suap dalam proyek pembangunan Pasar Atas Cimahi Tahap II yang akan dikerjakan pada 2017 ini. Hakim tunggal, Kris Nugroho menyebut seluruh proses yang sudah dilakukan KPK telah memenuhi ketentuan. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan hakim pada kesaksian yang disampaikan baik dari saksi fakta dan saksi ahli yang diajukan oleh kedua belah pihak selama proses sidang praperadilan berlangsung.

 

Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan selama ini KPK selalu memenangkan gugatan praperadilan yang dilayangkan tersangka korupsi dari hasil OTT. “Kita yakin sama prosedur dan bukti yang kita miliki. Definis tangkap tangan sudah jelas, selama ini praperadilan dari hasil OTT ditolak oleh hakim,” pungkasnya.

 

Praperadilan juga pernah dilayangkan advokat senior Otto Cornelis Kaligis. Setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam perkara suap kepada tiga hakim PTUN Medan, Tripeni Irianto, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta seorang panitera Syamsul Yusfan. Permohonan praperadilan Kaligis ditolak hakim Suprapto.

 

“Menimbang bahwa berdasarkan bukti T1 (Surat Pelimpahan) dan T2 (Surat  Penetapan hari sidang) hakim praperadilan berpendapat, oleh karena atas nama terdakwa telah dilimpahkan dan mulai diperiksa di Pengadilan Tipikor sedangkan pemeriksaan praperadilan nomor 72 belum selesai, maka berdasarkan ketentuan Pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP permohonan praperadilan tersebut gugur. Berdasarkan Pasal 1 angka 10, pasal 77, pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP dan undang-undang lainnya, mengadili, dalam eksepsi menyatakan permohonan praperadilan pemohon  gugur." ujar Suprapto saat membacakan putusan di PN  Jakarta Selatan, 24 Agustus 2015 lalu.

Tags:

Berita Terkait