Kalangan Parlemen Kritik Pemerintah Bolehkan Rektor UI Rangkap Jabatan
Terbaru

Kalangan Parlemen Kritik Pemerintah Bolehkan Rektor UI Rangkap Jabatan

Penerbitan PP 75/2021 penegasan bahwa kekuasaan telah masuk dan berpotensi mengganggu independensi perguruan tinggi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Pasal 33 UU 19/2003 yang menyebutkan, “Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: a. anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau b. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Sebelumnya, pada akhir Juni lalu, rangkap jabatan Rektor UI Ari Kuncoro ini disorot setelah Rektorat UI memanggil Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI lantaran mengkritik Presiden Joko Widodo sebagai “King of Lip Service” melalui akun Instagram BEM UI.

Buntut dari pemanggilan ini, Rektor UI Prof Ari Kuncoro dikritik lantaran diketahui merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama Independen BRI (Persero) yang merupakan bank BUMN. Sejumlah pihak termasuk Ombudsman Republik Indonesia menilai rangkap jabatan ini telah melanggar PP Statuta UI.

“Selama ini yang disorot rangkap jabatan Rektor UI dan alasan pemanggilan pengurus BEM UI yang dinilai mengebiri kebebasan berpendapat di kampus. Tetapi, yang dilakukan pemerintah malah mengubah Statuta UI yang pada akhirnya melegalkan rangkap jabatan tersebut,” ujarnya.

Anggota Komisi I DPR itu menganggap bila alasan komisaris/wakil komisaris BUMN bukan bagian direksi tidak dapat dibenarkan. Sebab, bagaimanapun komisaris atau wakil komisaris notabene sama-sama pejabat perusahaan BUMN. “Tapi, redaksinya diubah melarang rektor rangkap jabatan sebagai direksi BUMN,” ujarnya.

Menurutnya, persoalan ini bisa menjadi preseden buruk hubungan antara pemerintah dan perguruan tinggi negeri, khususnya UI. Sebab, selama ini perguruan tinggi dikenal sebagai kawah candra di muka pemimpin masa depan yang tidak terikat dengan kepentingan tertentu. “Penerbitan PP 75/2021 ini penegasan bahwa kekuasaan telah masuk dan berpotensi mengganggu independensi perguruan tinggi.”

Politisi Partai Demokrat itu khawatir pola ini bakal dicontoh kampus negeri lain. Padahal publik berharap dosen atau pejabat kampus negeri fokus menjadi pendidik, peneliti, dan pengabdi masyarakat yang jauh dari kepentingan politik praktis. Tapi, sayangnya saat ini bermunculan akademisi kampus yang rangkap jabatan dan masuk dalam lingkaran kekuasaan yang penuh dengan kepentingan politik.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait