Kampanye Hukum Partai Politik
Tajuk

Kampanye Hukum Partai Politik

Pada saat ini semua partai politik tentu sedang berkonsentrasi menyusun tema, substansi, strategi, serta slogan kampanye pemilu. Selain isu-isu politik, ekonomi, dan sosial, salah satunya pasti menyentuh kampanye hukum, yaitu bagaimana mereka akan menentukan kebijakan hukum pemerintahan mereka bilamana mereka kelak memenangkan pemilu 2004 dan menjadi penguasa baru.

ats
Bacaan 2 Menit

Apakah masih ada partai reformasi? Ini menjadi tanda tanya besar mengingat partai-partai yang mengaku partai reformasi dan bahkan mempunyai fraksi reformasi di DPR, ternyata gagal menuntaskan agenda reformasi selama 5 tahun terakhir ini.  Kompromi-kompromi tadi bisa sangat melemahkan kampanye hukum yang sudah terlanjur mereka luncurkan ke publik selama masa kampanye pemilu.

Katakanlah kampanye hukum parpol-parpol berkisar prioritas soal: reformasi hukum positif sehingga kebijakan publik mendatang lebih mengarah kepada kepentingan publik dan rakyat kecil, reformasi institusi penegak hukum (pembersihan dan pemberdayaan) yaitu polisi, kejaksaan dan badan peradilan serta profesi hukum,  pembangunan dan pemberdayaan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Korupsi. Kemudian, parpol kemungkinan akan mengkampanyekan pula pemberantasan korupsi, penyelesaian perkara eks-BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), dan  penyelesaian perkara-perkara kejahatan kemanusiaan termasuk perkara Soeharto dan kroninya.

Maka, yang diharapkan dari parpol-parpol tentunya bukan hanya sekedar slogan-slogan bombastis atas masalah-masalah tadi. Yang diperlukan dari penguasa baru atau koalisinya adalah program, rencana aksi dan langkah nyata yang menuntaskan prioritas-prioritas tersebut.

Disini parpol-parpol seharusnya dituntut untuk menyiapkan program, rencana aksi dan selanjutnya disusul langkah-langkah nyata, yang mencakup: Pertama, pembuatan atau endorsemen secara detil atas program-program yang sudah ada, yang mencakup reformasi hukum positif yang menyangkut kebijakan publik yang selaras dengan konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku lainnya. Sehingga, harus dibuat pemetaan dan kerangka hubungan yang jelas antara kebijakan publik yang akan dilahirkan dengan konstitusi dan peraturan perundangan yang sudah ada. Kalaupun konstitusi dan peraturan perundangan yang sudah ada tidak mendukung kebijakan publik yang rasional, pro rakyat dan mendukung good governance, maka tidak diharamkan untuk mengamandemen konstitusi dan mengubah peraturan perundangan yang sudah ada;

Kedua, pembuatan peta keterkaitan pola reformasi hukum positif dengan perjanjian-perjanjian internasional dimana Indonesia terikat, termasuk kerja sama dan perjanjian regional, perjanjian dengan negara-negara dan badan-badan donor. Bilamana ternyata ada suatu ketimpangan hubungan transaksional atau ketidak adilan terhadap Indonesia, harus ada suatu program penata-ulangan hubungan-hubungan tadi secara terukur;

Ketiga, pembersihan dan penguatan badan-badan yudisial harus dibarengi dengan perbaikan dan transparansi sistim pendidikan, sistim recruitment, sistim remunerasi, sistim promosi karir atas dasar merit, dan alokasi anggaran belanja yang cukup dijamin dalam APBN, disamping konsisten dengan civil service reform yang sekaligus juga berjalan serempak;

Keempat, masalah manajemen reformasi untuk tiga poin penting diatas, bukan main pentingnya. Sehingga jelas siapa yang menjadi champion dari proses tersebut, siapa yang mengawasi dan siapa yang terus melakukan dorongan-dorongan secara konsisten agar agenda-agenda tersebut dapat di deliver dengan pasti, terukur dan tepat waktu;

Tags: