Guru Besar IPB Ingatkan 5 Fokus Kebijakan Lingkungan Hidup
Terbaru

Guru Besar IPB Ingatkan 5 Fokus Kebijakan Lingkungan Hidup

Salah satunya, ICEL mengusulkan perlu adanya evaluasi kebijakan lingkungan hidup dalam UU No.11 Tahun 2020 dan aturan turunannya terkait penegakan hukum dan yang berpotensi mereduksi hak masyarakat, seperti amdal, perizinan, dan tata ruang.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Guru Besar IPB, Hariadi Kartodihardjo. Foto: Ady
Guru Besar IPB, Hariadi Kartodihardjo. Foto: Ady

Pengelolaan lingkungan hidup termasuk SDA masih menghadapi banyak persoalan yang harus dituntaskan. Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Hariadi Kartodihardjo mengingatkan sedikitnya ada 5 fokus yang harus diperhatikan dalam kebijakan lingkungan hidup dan SDA.

Pertama, sifat SDA dan politik hukum. Hariadi mengatakan kepastian hak harus menjadi prioritas baik itu hak masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat (MHA) dan konsesi yang diberikan kepada korporasi. Ketika terjadi sengketa di lapangan, Hariadi melihat penyelesaiannya untuk jangka panjang tidak konsisten dan bersifat oportunis.

Mengutip Strategi Nasional Penecegahan Korupsi (Stranas) KPK, dia menyebut ada temuan tumpang tindih. Sehingga, regulasi yang baru terbit tidak mampu menjawab persoalan karena masalah yang dihadapi sudah berlarut-larut dan tak kunjung dituntaskan. Selain itu, partisipasi masyarakat belum dianggap penting dalam menerbitkan setiap kebijakan.

“Putusan MK terakhir (tentang UU Cipta Kerja, red) mendefinisikan partisipasi masyarakat itu substansial,” kata Hariadi dalam diskusi secara daring bertema, “Environmental Law Outlook 2022: Menata Kembali Hukum Lingkungan Indonesia”, Kamis (3/2/2022) lalu.

(Baca Juga: 3 Langka KLHK Menegakkan Hukum Lingkungan Hidup)

Menurut Hariadi, politik hukum yang digunakan dalam menyelesaikan masalah di bidang lingkungan hidup dan SDA itu malah menjadikan SDA sebagai komoditas. Penyelesaian yang digunakan melalui mekanisme pasar. Kekuatan politik lebih menentukan perilaku di lapangan, misalnya dalam memberikan izin dan lainnya. Hal ini menunjukkan ada persoalan institusional dimana terjadi gap lebar antara teks regulasi dengan implementasinya. Korupsi baik individu dan institusional membuyarkan semua tujuan kebijakan.

Kedua, arah positif dan negatif terkait kebijakan lingkungan hidup dan SDA. Hariadi memberi contoh kebijakan positif, seperti perhutanan sosial, penetapan hak masyarakat hukum adat semakin mudah, putusan pengadilan yang berdampak positif, pencabutan izin, penyelesaian sengketa dan konflik lahan dan lainnya.

Jika kebijakan ini fokus untuk membenahi persoalan hak menguasai negara dan SDA yang dimiliki masyarakat, atau menjadi konsesi bagi perusahaan, maka keadilan ekonomi dapat terwujud. Tapi, jika persoalan itu belum tuntas, pelaksanaan di lapangan tergantung kekuatan aktor (bukan sistem).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait