Kecerdasan dan Ketaatan Hukum dalam Mengelola Negara
Kolom

Kecerdasan dan Ketaatan Hukum dalam Mengelola Negara

Kegelisahan intelektual mendominasi diri saya sebagai reaksi atas satu sinyalemen aneh (bagi saya itu aneh, walaupun hal yang sama telah sering disebutkan oleh bangsa ini) yang dimunculkan oleh Siswono Yudo Husodo (SYH) dalam artikelnya yang berjudul Kecerdikan dalam Mengelola Negara (Kompas, 15 Agustus 2001, hal. 30).

Bacaan 2 Menit
Kecerdasan dan Ketaatan Hukum dalam Mengelola Negara
Hukumonline

Salah satu poin dari artikel yang secara keseluruhan bagus tersebut sebagai berikut: "Kini patut dicurigai sedang berlangsung pengurasan kekayaan negara RI dengan modus operandi yang baru. Bila modus operandinya antara lain lewat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kini modus operandinya melalui dispute hukum antara BUMN dengan perusahaan asing, yang kemudian oleh keputusan arbitrase, pemerintah RI diharuskan membayar ganti rugi."

Besar keyakinan saya bahwa SYH tidak hendak mengatakan bahwa badan arbitrase luar negeri tersebut telah bekerjasama dengan seluruh investor asing di Indonesia untuk menguras harta negara kita ini.

Lalu, pertanyaan berikutnya menggelitik intelektual saya, mengapa SYH tidak melihat bahwa forum arbitrase luar negeri tersebut adalah forum penyelesaian sengketa (dispute resolution clause) yang telah disepakati para pihak Indonesia dengan asing tersebut pada saat kontrak pelaksanaan proyek listrik ataupun kontrak KSO tersebut ditandatangani?

Pertanyaan selanjutnya, mengapa SYH tidak lebih dulu melihat beberapa kelemahan mendasar yang bergulung-gulung dari pihak Indonesia. Dari mulai adanya kelemahan dalam akurasi perhitungan, sampai dengan isu Korupsi Kolusi, Nepotisme dan Koncoisme (KKNK) yang secara publik juga diakui terjadi pada banyak kasus-kasus proyek milik negara oleh pejabat-pejabat Indonesia?

Pertarungan elite politik

Mari kita lihat ke dalam negara kita sejenak dan melihat bagaimana gagahnya Bank Indonesia menyatakan komitmennya untuk melindungi perbankan nasional dan masyarakat dalam kasus Bank IFI lawan Danamon, setelah BI dan pemerintahan lama  ikut memberikan kontribusi terhadap kehancuran perekonomian negara ini melalui penyelewengan Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI).

Sejajar dengan itu, mari kita lihat juga bagaimana pertarungan elite politik untuk duduk di posisi yang kuat untuk mengamankan konco-konconya dari tiang gantungan (baca: penjara). Mari, kita melirik  BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) yang setiap pergantian kepala BPPN, kepala yang baru selalu mengindikasikan ketidakwajaran  kepemimpinan lama yang digantikannya. Lihat bagaimana kasus Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) yang hilang tertelan setan dalam pertarungan elite politik. Lihat lagi bagaimana sulitnya mengharapkan pengadilan yang bersih di negara ini.

Kembali ke sinyalemen SYH. Sebenarnya, orang asing tersebut yang memang berniat betul untuk merampok negara ini, atau kita yang menerangkan pada orang asing tersebut bagaimana cara merampok negara ini? Karena tidak ada satu pun orang asing yang berinvestasi di negara ini tanpa bujukan dan undangan dari pemerintah Indonesia.

Tags: