Demikian kesimpulan rapat kerja antara Kejaksaan Agung dengan Komisi III DPR kemarin (29/11). Komisi yang membawahi hukum dan HAM di DPR itu menginginkan agar kejaksaan segera menyelesaikan dan melimpahkan kasus dugaan pelanggaran HAM berat ke pengadilan HAM.
Menurut Ketua Komisi III, Teras Narang, dalam upayanya menyidik pelanggaran HAM berat, kejaksaan dituntut agar lebih transparan. Teras mencontohkan penanganan kasus pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I dan II, yang berkasnya sempat bolak-balik dari kejaksaan ke panitia khusus (pansus) DPR.
Penanganan kasus HAM harus dilakukan secara transaparan, tegas Teras. Ia menambahkan, kejaksaan harus memprioritaskan penanganan kasus pelanggaran HAM berat di Timor Timur, Tanjungpriok, Abepura, Trisakti, Semanggi I dan II, serta Waimena dan Wasior.
Sementara itu dalam rapat kerja tersebut, anggota komisi juga mempermasalahkan tentang adanya sejumlah informasi yang disampaikan oleh panitia khusus tetapi tidak ditindaklanjuti oleh kejaksaan. Bahkan, anggota komisi secara terang-terangan mempertanyakan sejumlah nama dalam kasus Tanjungpriok yang pada saat itu menjabat sebagai petinggi-petinggi dari ABRI yang luput dari dakwaan dan hukuman.
Penuntutan kasus pelanggaran HAM berat yang ditangani kejaksaan memang banyak mendapat kritikan-kritikan tajam, terutama mengenai lemahnya dakwaan yang disusun JPU.
Kelemahan tersebut menyebabkan banyak orang-orang yang diduga terlibat dan bertanggungjawab dalam pelanggaran HAM berat, namun luput dari dakwaan. Tidak dipungkiri, sudah banyak pernyataan-pernyataan Lembaga Swadaya Masyarakat pemerhati HAM yang secara jelas mengkritik tuntutan jaksa. Internasional Center for Transisional Justice bahkan menyebut proses penyelesaian pelanggaran HAM berat sebagai sesuatu yang dimaksudkan untuk gagal (Intended To Failed).