Keluhan Aguan ke Sunny Soal Kontribusi Tambahan
Berita

Keluhan Aguan ke Sunny Soal Kontribusi Tambahan

Aguan menilai sangat tidak adil bagi pengembang jika penilaian kontribusi tambahan menggunakan Nilai Jual Objek Pajak.

ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Keluhan Aguan ke Sunny Soal Kontribusi Tambahan
Hukumonline
Pemilik Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan pernah menyampaikan keluhan kepada staf Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaja mengenai tingginya besaran kontribusi tambahan yang akan dimasukkan dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

"Saya pernah bicara dengan Sunny lewat telepon karena ada di berita online yang mengatakan ada anggota DPRD keberatan dengan 15 persen, Sunny bilang wah bagaimana ya mengurusnya ke anggota DPRD, Saya juga bingung kenapa bisa jadi ada 15 persen begitu," Aguan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (7/9).

Aguan menjadi saksi untuk mantan Ketua Komisi D dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi yang didakwa menerima suap Rp2 miliar dari Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait pembahasan RTRKSP dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar.

Uang suap itu digunakan agar Sanusi mengubah isi raperda mengenai kontribusi tambahan yang terdapat pada pasal 116 ayat (6) mengenai kewajiban pengembang yang terdiri dari (a) kewajiban, (b) kontribusi, (c) tambahan kontribusi dan pasal 116 ayat (11) mengenai tambahan kontribusi dihitung sebesar 15 persen dari NJOP total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenakan.

"Kita tahu pemerintah sedang fokus ke investasi. Buat saya, saya lima persen kontribusi yang saya sudah janjikan saya niat untuk membayar. Saya bukan protes pak Gub (Ahok), tapi ini kepastian untuk investasi karena bikin pulau itu butuh 10 tahun," tambah Aguan. (Baca Juga: KPK Dalami Komunikasi Aguan dan Stafsus Ahok)

Anak perusahaan Agung Sedayu Grup adalah PT Kapuk Naga Indah (KNI) yang memiliki izin pelaksanaan reklamasi di pulau A, B, C, D dan sudah melakukan reklamasi tersebut. Pulau C sudah selesai 100 persen sedangkan pulau D baru 50 persen. Izin sudah keluar berdasarkan Keppres tahun 1995 namun izin pendirian bangunan belum ada.

"PT KNI selesai reklamasi 2014 tapi baru tahu ada tambahan kontribusi tahun 2016. Kita punya izin harus tunggu perda selesai baru kita bisa turun izin. Pembangunan juga masih sangat kecil sekali, tidak sampai satu persen yang sudah terbangun. Kontribusi 15 persen katanya hanya untuk tanah saja, tanah yang dipakai," jelas Aguan.

Menurut Aguan, nilai investasi tiap pulau kira-kira senilai Rp10 triliun. Angka ini mencuat karena pengembang juga akan membangun jalan hingga rumah susun. Bahkan Aguan pernah diminta untuk membangun tanggul yang angkanya mencapai Rp500 miliar. “Saya hanya diminta untuk bantu di depan, saya bangun jalan, saya bangun rumah susun, memang kita punya kewajiban untuk bangun rumah susun. Kita bangun rumah susun ini kita sumbang. Kita serahkan ke DKI Semua, ini ada kontribusinya," ungkap Aguan.

Menurutnya sangat tidak adil bagi pengembang jika penilaian kontribusi tambahan menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Alasannya karena harga NJOP naik lebih cepat dari harga pembangunan. Jika hanya membangun rumah susun, ia tak keberatan. Tapi kalau menambah kontribusi hingga 15 persen, ia keberatan. (Baca Juga: Bekas Presdir Podomoro Divonis 3 Tahun, ‘Deal’ Aguang Rp50 M Tak Disinggung)

"Menurut saya, penilaian juga kurang fair karena harga NJOP naik lebih cepat dari harga pembangunan. Waktu tahun 2013 (pembicaraan antara Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan para pengembang), hanya ada pembicaraan tambahan Rp1 juta per meter karena Pak Gub mau beli tanah 100 hektar di Cilincing-Marunda namun belakangan baru dengar 15 persen dari NJOP. Kalau untuk bangun rusun saya tidak menolak, saya setuju. Cuma cukup berat untuk investasi (kalau kontribusi 15 persen) karena investasi cukup panjang," ungkap Aguan.

Bantah
Dalam kesempatan tersebut, Aguan membantah menjanjikan Rp50 miliar kepada anggota DPRD DKI Jakarta. "Ada saudara menjanjikan pemberian Rp50 miliar terkait pembahasan perda? " tanya penuntut umum KPK Ronald F Worotikan. "Tidak ada," jawab Aguan singkat.

"Di PIK (Pantai Indah Kapuk) itu ada dibahas mengenai jalannya pembahasan perda di DPRD DKI?" tanya jaksa Ronald lagi. "Tidak ada, tidak pernah dengar," jawab Aguan.

Keterangan Aguan itu berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu Grup) Budi Nurwono yang menyatakan ada pertemuan di rumah Aguan di PIK pada Januari 2016 dan Aguan menyanggupi permintaan Rp50 miliar dari anggota DPRD DKI Jakarta.

Dalam BAP nomor 18, Budi mengaku pada sekitar Januari 2016 ia mengikuti pertemuan di rumah Aguan di Pantai Indah Kapuk yang dihadiri oleh Aguan, Budi, mantan Ketua Komisi D dari DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Ariesman. Saat itu, menurut Budi, untuk membahas percepatan raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dari DPRD ada yang minta disiapkan Rp50 Miliar. Aguan pun menyanggupi permintaan tersebut.

Namun Budi Nurwono mencabut keterangan di BAP tersebut. Surat pencabutan keterangan dikirimkan tiga kali kepada KPK. Surat ditandatangani Budi di atas materai dan dibenarkan melalui keterangan notaris di Singapura. Surat tersebut juga sudah disahkan Kantor Kedutaan Indonesia di Singapura. (Baca Juga: Cabut BAP Soal ‘Deal’, Saksi Pernah Disatroni Orang Tak Dikenal)

Alasan pencabutan surat adalah karena Budi tidak mau memfitnah dan merusak citra orang lain, Budi sedang sakit dan takut menimbulkan dosa. Ia juga mengaku tidak pernah mengikuti pertemuan di Pantai Indah Kapuk, dan tidak mengetahui adanya permintaan uang.

"Pak Budi Nurwono pernah dengar mengenai kontribusi tambahan, yang mengusulkan saya rasa itu antara Pemprov dan DPRD karena mungkin DPRD merasa tidak ada payung hukum jadi mereka minta (kontribusi tambahan diatur) di pergub. Perkara ini sangat simple, perusahaan-perusahaan reklamasi kan bekerja sama dengan pemprov, PKS (Perjanjian kerja sama) itu lebih cukup dan cantumkan saja di PKS agar lebih jelas," ungkap Aguan.

"Apakah Pupung (Manajer Perizinan Agung Sedayu Grup) mengatakan mau memberikan biaya operasional ke terdakwa?" tanya jaksa. "Tidak ada," jawab Aguan.
Tags:

Berita Terkait