Kemudian dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Nomor 126 Tahun 2015, Direktur Perhubungan udara setiap tahun melakukan evaluasi terhadap besaran tarif yang telah ditetapkan oleh menteri perhubungan apabila terjadi perubahan terhadap harga avtur mencapai lebih dari standard rata-rata perliter dalam waktu 3 bulan berturut-turut atau terhadap nilai tukar rupiah dari harga komponen biaya lain yang menyebabkan perubahan total biaya operasi pesawat udara hingga paling sedikit 10 %.
“Apabila terjadi perubahan tersebut maka pemerintah wajib mengevaluasi terhadap besaran tarif atau menerapkan biaya tambahan yang ditetapkan melalui peraturan menteri perhubungan,” jelas Indra.
Dalam hal Badan Usaha Angkutan Udara Niaga berjadwal menanggung biaya karena pada saat berangkat dan pulang penerbangan tanpa penumpang misalnya hari raya, maka menteri perhubungan dapat menerapkan biaya tuslah/tambahan.
Kembali dalam pengenaan sanksi administratif, bahwa apabila Badan Usaha Angkutan Udara Niaga tetap melakukan pelanggaran tarif meskipun telah ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan maka Direktorat Jendral Perhubungan Udara dapat memanfaatkan laporan masyarakat/pengguna jasa yang dilengkapi dengan bukti-bukti tertulis yang mendukung. Alat-alat bukti pendukung tersebut antara lain harga yang tercantum dalam tiket/bukti bayar yang dipersamakan, pemberitaan agen atau iklan dalam media cetak.
“Badan Usaha Angkutan Udara Niaga yang melanggar dapat dikenakan sanksi berupa pengurangan frekuensi atau pencabutan rute penerbangan serta penundaan pemberian izin rute baru dalam jangka waktu 6 bulan,” pungkasnya.