Kendala Diversi bagi Anak Berkonflik dengan Hukum dalam Perkara Narkotika
Kolom

Kendala Diversi bagi Anak Berkonflik dengan Hukum dalam Perkara Narkotika

Perlu ada upaya penyamaan persepsi di kalangan penegak hukum terkait implementasi UU Narkotika yang berkaitan dengan anak sebagai terdakwa.

Bacaan 3 Menit

Selain itu, diversi dapat dilaksanakan apabila tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Proses diversi dilakukan dengan musyawarah yang melibatkan anak pelaku dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.

Diversi dalam Tindak Pidana Narkotika

Hadirnya lembaga diversi pada prinsipnya membuat penyelesaian perkara pidana menjadi lebih efektif karena menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Namun, hal tersebut sepertinya masih sulit untuk tindak pidana narkotika. Alasannya karena ada perbedaan perspektif di antara aparat penegak hukum dalam melihat tindak pidana narkotika. Salah satu yang menjadi masalah adalah pada umumnya anak yang melakukan tindak pidana narkotika dijerat pasal pengedar yaitu Pasal 111, Pasal 112, Pasal 114, atau Pasal 115 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). Ancaman pidana yang terdapat di dalam pasal-pasal tersebut mencapai maksimum 20 tahun.

Pengenaan pasal tersebut di dalam surat dakwaan membuat pengadilan tidak bisa mengupayakan diversi terhadap terdakwa. Pengadilan masih bisa mengupayakan diversi apabila salah satu dakwaan (apabila bukan dakwaan tunggal) mencantumkan pasal penyalahgunaan narkotika yaitu Pasal 127 UU Narkotika yang ancaman pidananya maksimum empat tahun.

Pada praktiknya, Jaksa Penuntut Umum cenderung mengenakan Pasal 111 atau Pasal 112 UU Narkotika ketika menjerat seorang anak yang menguasai narkotika alih-alih dengan Pasal 127. Penulis secara pribadi menilai Pasal 127 masih bisa dikenakan kepada anak berkonflik dengan hukum tersebut apabila tujuan dari penguasaan narkotika sebatas untuk digunakannya sendiri yang bukan untuk diedarkan.

Alasan tidak dicantumkannya Pasal 127 di dalam dakwaan biasanya karena anak yang berkonflik dengan hukum belum menggunakan narkotika yang dikuasainya, sehingga urin dari anak tidak positif narkotika. Ini memang masih menjadi perdebatan apakah untuk mengenakan Pasal 127 harus disertai dengan hasil urin yang positif. Menurut Penulis, selama penguasaan narkotika yang dilakukan oleh anak bisa dibuktikan bertujuan untuk digunakannya sendiri alih-alih diedarkan, maka seharusnya Jaksa Penuntut Umum bisa mencantumkan Pasal 127 di dalam dakwaannya tanpa perlu hasil urin positif narkotika.

Penulis merasa selanjutnya perlu ada upaya penyamaan persepsi di kalangan penegak hukum terkait implementasi UU Narkotika yang berkaitan dengan anak sebagai terdakwa. Perlu untuk selalu mengacu pula UU SPPA yang mengatur mekanisme diversi dalam penyelesaian perkara pidana anak. Penyamaan persepsi ini harusnya mendukung penyelesaian perkara tindak pidana narkotika dengan anak sebagai terdakwa sungguh-sungguh mengutamakan diversi.

*)Catur Alfath Satriya, Hakim Pengadilan Negeri Mandailing Natal.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait