Keniscayaan Perusahaan Start Up Terjun di Lantai Bursa
Terbaru

Keniscayaan Perusahaan Start Up Terjun di Lantai Bursa

BEI mendorong start up memanfaatkan pasar modal untuk mengembangkan bisnisnya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Webinar Perjalanan Start Up Menuju IPO: Kupas Tuntas Potensi dan Tantangan Start Up Melantai di Bursa. Foto: MJR
Webinar Perjalanan Start Up Menuju IPO: Kupas Tuntas Potensi dan Tantangan Start Up Melantai di Bursa. Foto: MJR

Mimpi perusahaan rintisan berbasis teknologi atau start up menginginkan entitas bisnisnya berkembang luas. Untuk mencapai itu, start up sering berbenturan dengan keterbatasan modal. Sehingga, start up membuka pintu bagi pihak luar seperti angel investor atau perusahaan modal ventura. Jika start up tersebut ingin mendapatkan modal lebih besar lagi maka dapat memilih penawaran atau initial public offering (IPO) di pasar modal.

Langkah BukaLapak (BUKA) terjun ke pasar modal menjadi perhatian publik. Hal ini karena BUKA merupakan start up unicorn pertama yang resmi melantai di pasar modal. Selain itu, antusiasme investor ritel juga tinggi. Sehingga menjadi sejarah pada pasar modal Indonesia dan Asia Tenggara karena melibatkan investor terbanyak dalam penawarannya.

Kondisi tersebut menjadi cerminan bahwa pasar modal Indonesia siap menyambut IPO start up. Penting bagi perusahaan start up memahami langkah persiapan sebelum melakukan penawaran publik tersebut. Mulai dari persetujuan pemegang saham hingga pemenuhan syarat keuangan harus dipenuhi start up.

Selain itu, start up tersebut juga memerlukan profesi penunjang lain seperti akuntan publik, notaris, konsultan hukum serta ahli syariah pasar modal yang terdaftar Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam prosesnya, start up tersebut dapat dibantu underwriter. (Baca: Menanti Para Pelaku Start Up Melantai Ke Bursa)

Sebelum pendaftaran butuh persiapan internal, harus ada persetujuan RUPS untuk IPO. Biasanya perusahaan tersebut harus meningkatkan modal dasarnya kalau belum cukup rencana IPO, berapa juta saham harus tingkatkan dulu, selain itu, ada penunjukan underwriter (UW), ini bukan kewajiban karena bisa tanpa UW, kemudian menuju profesi penunjang pasar modal yang terdaftar di OJK, akuntan, notaris, konsultan hukum.

Kepala Bagian Penilaian Perusahaan Jasa Keuangan OJK, Nurkhamid, menyampaikan setelah proses internal selesai start up tersebut mendaftar kepada OJK. Nantinya, terjadi proses penelaahan OJK terhadap start up tersebut. Apabila terpenuhi, maka OJK mengeluarkan surat efektif sehingga start up dapat melakukan penawaran umum. Untuk penawaran umum bersifat ekuitas atau saham maka wajib dicatatkan atau listing pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Merespons karakter start up yang porsi pemegang saham luarnya lebih besar dibandingkan pendiri atau founder, OJK akan mengeluarkan aturan baru RPOJK tentang Multiple Voting Share (MVS) atau Saham Hak Suara Multipel. Aturan ini diharapkan terbit pada tahun ini.

“Akan ada RPOJK MVS, perusahaan rintisan ini banyak dari gabungan permodalan. Secara permodalan pendiri porsi kecil dibanding investor sehingga agar tidak mengubah visi misi perusahaan maka diadakan pembagian kelas saham. Diharapkan sebelum akhir tahun bisa keluar,” jelas Nurkhamid.

Dia menjelaskan penerapan dual class share dengan MVS merupakan praktik lazim diberlakukan untuk start up di luar negeri. Sebagai contoh, diberlakukan oleh beberapa bursa efek seperti SGX, HKEX, NYSE dan Nasdaq.

Sementara itu, Head of IDX Incubator Aditya Nugraha Adit menyatakan BEI mendorong start up untuk memanfaatkan pasar modal untuk mengembangkan bisnisnya. Dia juga menyampaikan berkaca pada transaksi BUKA bahwa minat pasar modal sangat tinggi saat ini dengan peningkatan investor hingga 50 persen year to date.

“Cermin fundrising dari Buka Lapak bahwa yang besar pun market Indonesia mampu,” jelas Aditya.

Dia menyampaikan dengan perubahan menjadi perusahaan publik maka terdapat berbagai dampak positif. “Dengan jadi perusahaan go-publik maka perusahaan akan meningkat exposure atau coverage media, investor bahkan regulator monitoring. IPO juga membuka akses kerja sama dengan luar negeri. Perusahaan-perusahaan ini juga implementasikan GCG terbaik, lalu terdapat kewajibab komisaris independent, komite audit dan ada kewajiban sampaikan laporan keuangan,” jelas Adit.

Bagi start up yang belum mencatatkan laba, Adit menerangkan perusahaan dapat melakukan IPO. Asalkan, perusahaan tersebut memiliki minimum revenue Rp 40 miliar dan market cap Rp 200 miliar.

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin menerangkan bahwa start up jangan takut untuk memanfaatkan instrumen pasar modal. Dia mengatakan para regulator mendorong start up menggunakan pasar modal dalam pengembangan bisnis. Selain itu, dia juga menyampaikan bahwa investor pasar modal sangat tinggi antusiasme terhadap perusahaan start up menginginkan melantai di bursa efek.

Kegiatan ini juga diisi oleh pembicara lain yaitu Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank OJK, Bambang W Budiawan, Direktur Utama PT Cashlez World Wide Tbk dan Kepada Divisi Invesment Banking Capital Market 2 Mandiri Sekuritas, Primonanto Budi Atmojo.

Tags:

Berita Terkait