Keppres Pengangkatan Menteri Archandra Dimungkinkan Cacat
Berita

Keppres Pengangkatan Menteri Archandra Dimungkinkan Cacat

Lantaran belum ada kejelasan, apakah ketika Archandra diangkat sumpah oleh presiden menjadi menteri, dirinya sudah mendapatkan kembali kewarganegaraannya.

Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Menteri ESDM Archandra Tahar. Foto: Setkab.go.id
Menteri ESDM Archandra Tahar. Foto: Setkab.go.id
Polemik kewarganegaraan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral, Arcandra Tahar, yang sampai sekarang belum menemukan titik terang, ternyata berimbas terhadap Keputusan Presiden (Keppres) yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo. Pasalnya, Keppres tersebut harusnya memenuhi unsur-unsur dan syarat pengangkatan menteri yang terdapat di dalam undang-undang. Keppres tersebut dimungkinkan cacat lantaran belum ada kejelasan, apakah ketika Archandra diangkat sumpah oleh presiden menjadi menteri, dirinya sudah mendapatkan kembali kewarganegaraannya.

Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Fitra Arsil, mengatakan harus segera di-clear-­kan, apakah ketika diangkat sumpah menjadi menteri, Archandra mengikuti prosedur yang ada untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan RI. Bila tidak maka Keppres tersebut bisa dikatakan cacat.

“Pertama yang perlu diihat apakah benar Archandra melepas kewarganegaraanya dengan mengangkat sumpah untuk menjadi warga negara Amerika. Kedua, dilihat apakah dia sudah menerima kewarganegaraan Indonesia-nya kembali. Ketika keppres pengangkatan menteri itu keluar, Archandra dalam kondisi yang mana? Apakah sudah melepaskan atau tidak. Karena kalau belum melepas kewarganegaraan Amerika-nya maka Kepres tersebut akan cacat,” tutur Fitra kepada hukumonline, Senin (15/8).

Fitra mengatakan ketika Keppres pengangkatan itu sudah cacat, maka dengan sendirinya pengangkatan Archandra sebagai Mentri ESDM harus dibatalkan. Namun, semua itu harus dibuktikan dengan data yang akurat. (Baca Juga:Langgar Aturan Menpora, Anggota Paskibraka ‘Didepak’ Karena Bukan WNI)  

“Karena ada stabilitas hukum. Keppres tersebut tidak bisa batal demi hukum tidak bisa batal dengan sendirinya, dia (Kepres) harus dibatalkan oleh yang membuatnya, oleh Presiden. Dari teknis hukum begitu- begitu saja,” ungkapnya.

Pasal 22 UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyatakan, (1) Menteri diangkat oleh Presiden. (2) Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan: a. Warga Negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan; d. sehat jasmani dan rohani; e. memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dan f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Namun, menurut Fitra, ada hal penting yang menjadi tekanan ketika Presiden mengangkat Menteri yang pernah mendapatkan atau diangkat sumpah oleh negara lain, yaitu mengenai nasionalisme. Untuk menjadi Presiden saja, salah satu syarat terpenting adalah berkewarganegaraan Indonesia sejak lahir dan tidak pernah menerima kewarganergaraan lain atas kehendaknya sendiri. “Ini subtansinya soal nasionalisme. Menjadi pejabat publik itu seharusnya tidak punya lagi pertanyaan tentang nasionalisme. Jadi bukan hanya legal teknis tetapi juga tujuan,” kata Fitra.

Fitra menjelaskan, hukum dibentuk agar semua orang tahu maksud dibuatnya hukum tersebut. Seharusnya, kata Fitra, tidak boleh lagi ada pertanyaan mengenai nasionalisme. Akan tetapi yang perlu dijawab adalah kenapa yang bersangkutan menerima kewarganegaraan asing. (Baca Juga: Ragam Soalan Penyebab Seseorang Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia)

“Apa karena masalah profesionalisme, dia butuh itu. Atau dia sebenarnya mau meninggalkan indonesia karena menganggap bahwa Indonesia sudah tidak prospektif,” katanya.

Terkait persoalan ini, Fitra memahami bahwa pemerintah perlu waktu untuk memberikan penjelasan secara terang benderang agar tidak terus menerus menjadi perbincangan di masyarakat. “Soal teknis hukum bisa kita cari solusi tetapi hal yang subtansif juga punya jawaban,” jelasnya.
Sekadar catatan, Pasal 43 PP No.2 Tahun 2007 menyatakan, (1) Warga Negara yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a sampai dengan huruf h Undang-Undang, dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukan permohonan kepada Presiden melalui Menteri.

Untuk diketahui, dalam Keppres No.83/P/2016 tercantum 12 nama menteri yang diangkat Presiden, salah satunya adalah Archandra Tahar. Belakangan, Archandra diduga pernah memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat. Lantaran Indonesia tidak mengakui kewarganegaraan ganda, status WNI Arcandra saat dilantik sebagai menteri pun dipertanyakan. 

Bukan Informasi yang Dikecualikan
Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP), Rumadi, berpendapat informasi mengenai kewarganegaraan seseorang bukanlah termasuk informasi yang dikecualikan berdasarkan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Oleh karenanya, pemerintah wajib menjelaskan secara terbuka mengenai status kewarganegaraan Menteri ESDM Arcandra Tahar yang dikabarkan memiliki kewarganegaraaan Amerika Serikat.

Rumadi mengatakan status kewarganegaraan Archandra telah menjadi polemik yang cukup serius dan menjadi perhatian banyak pihak. Menurutnya, hal itu dapat segera diakhiri jika pemerintah melakukan investigasi menyeluruh dan kemudian menjelaskan hasilnya secara jujur dan terbuka kepada publik.

Rumadi menambahkan, semua menteri yang bekerja untuk Presiden Jokowi harus berbenah diri dan menyiapkan data dan informasi yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan sebelum suatu kebijakan diambil oleh Presiden. “Jangan sampai Presiden mengambil suatu kebijakan berdasarkan data dan informasi yang tidak akurat, tidak benar sehingga menyesatkan yang ujungnya membuat malu Presiden,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait