Ketua Bawaslu, Abhan: Kompetisi Pemilu 2019 Lebih Keras
Utama

Ketua Bawaslu, Abhan: Kompetisi Pemilu 2019 Lebih Keras

Bawaslu harus dapat menjalankan fungsi pencegahan atas pelanggaran pemilu, penindakan, dan quasi-yudisial.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Pada dasarnya fungsi Bawaslu itu pengawasan dan pencegahan. Dengan adanya upaya pencegahan dalam konteks pengawasan diharapakan potensi pelanggaran tidak terjadi atau minimal pelanggaran pemilu itu bisa dieliminir. Tetapi ketika fungsi pertama sudah maksimal tapi masih terdapat dugaan pelanggaran, masih terdapat pelanggaran administrasi atau pidana pemilu maka fungsi berikutnya adalah penindakan. Di sinilah dituntut peran Bawaslu sebagai penegak hukum pemilu. Bawaslu harus bisa menegakkan keadilan pemilu bagi peserta pemilu dengan aturan hukum.

 

Terkait pidana pemilu, pidana itu adalah ultimum remidium. Obat terakhir ketika tahapan sosialisasi pencegahan dan sebagainya sudah dilakukan tetapi masih muncul juga pelanggaran. Berarti, atas nama keadilan pemilu harus kita tegakkan pidana itu. Kini ada fungsi ajudikasi. Ini yang saya kira hal yang bisa dibilang baru (bagi Bawaslu) dalam pemilu. Penanganan pelanggaran administratif melalui mekanisme ajudikasi dengan output-nya berupa putusan. Artinya apa? Fungsi Bawaslu ini dari hulu sampai hilir. Hulunya pencegahan, di tengah-tengah ada penindakan, kemudian ada juga quasi-peradilan yang output-nya adalah putusan yang adil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

Salah satu contohnya kemarin pada saat pendaftaran atau pencalonan. Ada orang yang oleh KPU dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk masuk DCS (Daftar Calon Sementara) atau DCT (Daftar Calon Tetap). Orang tersebut dapat men-challenge lewat Bawaslu dan Bawaslu bisa mengoreksi atas apa yang sudah dilakukan KPU, apakah ini sudah benar atau belum. Kalau KPU benar kita kuatkan; tapi kalau salah, kita koreksi dengan putusan. Dengan begitu keberadaan Bawaslu semakin kuat sebagai check and balance dalam pengawasan pemilu.

 

Bagaimana kesiapan SDM Bawaslu untuk menjalankan fungsi ajudikasi?

Mau tidak mau ya harus siap. Misalnya (Bawaslu) kabupaten/kota (yang) permanen kan baru (tahun) 2019 ini. Begitu kami dilantik pada 15 April 2018, hitungan bulan saja(mereka) langsung bekerja menjalankan fungsi ajudikasi tadi. Kita memang bekerja keras untuk membangun kapasitas, capacity building secepatnya. Masih banyak kekurangan. Tetapi karena ini sudah diperhadapkan kepada kami jadi harus dilakukan dan tentunya berjalan. Kalau ada kekurangan akan kami perbaiki  kapasitas hingga ke Bawaslu jajaran paling bawah. Kegiatan kami semacam Rakor (rapat koordinasi), Bimtek (Bimbingan Teknis) yang sifatnya teknis untuk meng-upgrade pengetahuan mereka dalam rangka melakukan fungsi-fungsi itu tadi.

 

Mengingat salah satu kontestan Pilpres adalah petahana, sorotan publik begitu tinggi terhadap netralitas penyelenggara. Bagaimana Anda meyakinkan publik Bawasu benar-benar netral?

Pada dasarnya kami sudah bekerja secara profesional. Putusan kami tidak bisa memuaskan kedua belah pihak. Tapi kami harus dapat menunjukkan kami bisa profesional. Misalnya setiap ada laporan dan temuan yang cukup bukti kami tindak lanjuti baik dari 01 maupun 02. Satu hal misalnya ketika ada laporan kasus Gubernur DKI soal jari, sesuai SOP, kami klarifikasi. Kalau tidak terbukti yah kita tidak tindak lanjuti. Juga terkait Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) kan sempat ramai juga. Memang pidana pemilunya tidak terbukti. Tetapi ada peraturan perundang-udangan lain yang dilanggar yaitu UU Pemerintah Daerah. Kami ikuti aturannya seperti apa. Jadi tidak benar kalau kami dianggap condong ke pasangan calon tertentu. Ada koridor Undang-Undang yang kami laksanakan.

 

Kemajuan teknologi berimbas pada penyelenggaraan pemilu. Dalam konteks penyeleggaraan pemilu adalah kekhawatiran deligitimasi penyelenggara. Bagaimana Bawaslu melihat ini?

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait