Kinerja KPK Dikritik Koalisi LSM
Berita

Kinerja KPK Dikritik Koalisi LSM

Terutama penanganan kasus terkait sektor kehutanan, KPK dianggap senang membuka tapi lupa menuntaskan.

Inu
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP (Ilustrasi)
Foto: SGP (Ilustrasi)

Kritik tajam akan penanganan kasus korupsi yang menjadi tugas pokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terutama di sektor kehutanan datang dari koalisi Anti Mafia Hutan, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (12/4). Anngota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, salah satu anggota koalisi malah menyebut, “Ini kebiasaan KPK, senang membuka kasus tapi lupa menuntaskan.”


Pernyataan itu menurut Emerson bukan sembarang. Koalisi memiliki rekam data penanganan perkara, terutama di sektor kehutanan, yang ditangani KPK.


Data ICW, KPK perkara korupsi terkait sektor kehutanan yaitu, penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu–Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) pada 15 perusahaan yang tidak kompeten di bidang kehutanan. Lalu, penerbitan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur, yang sebenarnya untuk mendapatkan kayu.


Kemudian perkara pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan yang menyebabkan kerugian negara Rp89 miliar. Terkait pengadaan SKRT ditambah alih fungsi hutan, KPK juga menangani suap pada anggota DPR untuk menyetujui program ini. Juga, menangani kasus suap terkait alih fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektare (ha) di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Serta penanganan suap alih fungsi hutan mangrove untuk Pelabuhan Tanjung Api-api, Banyuasin, Sumatera Selatan.


Emerson menyatakan, tercatat 21 aktor telah diproses KPK, diadili, dan divonis oleh pengadilan tindak pidana korupsi. “Mayoritas aktor dihukum, terdiri dari 13 orang dari lingkungan eksekutif, enam anggota DPR, dan dua dari swasta.”


Meski demikian koalisi menilai penanganan korupsi di sektor kehutanan tidak tuntas. Hal itu menurut koalisi, disebabkan karena mereka yang patut diduga terlibat, hingga saat ini belum ditangani dan jumlahnya mencapai 10 orang serta satu korporasi.


Mereka adalah Anggoro Widjojo, bos PT Masaro yang masih berstatus buron. “Padahal kaburnya lebih dulu ketimbang M Nazaruddin,” sebut Emerson.

Halaman Selanjutnya:
Tags: