KIP-AMSI Teken MoU Terkait Penguatan Tata Kelola Informasi Publik
Berita

KIP-AMSI Teken MoU Terkait Penguatan Tata Kelola Informasi Publik

Bagi AMS, peran Komisi Informasi penting untuk menjembatani agar proses pembukaan data/informasi publik yang berkualitas bisa lebih cepat.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Acara penandatangan Nota Kesepahaman Bersama antara KIP dan AMSI terkait 'Peran Media Siber Mendorong Keterbukaan Informasi Publik. Foto: Istimewa
Acara penandatangan Nota Kesepahaman Bersama antara KIP dan AMSI terkait 'Peran Media Siber Mendorong Keterbukaan Informasi Publik. Foto: Istimewa

Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (Memorandum of Understanding/MoU) terkait Peran Media Siber Mendorong Keterbukaan Informasi Publik. Kerja ini dalam rangka untuk penguatan tata kelola informasi Publik di Indonesia.

Kerja sama  dua lembaga  ini didasari pemahaman bersama bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara, serta upaya mengembangkan masyarakat informasi (information society). Kerja sama ini sekaligus upaya pemenuhan hak informasi publik dan hak atas akses informasi publik yang dijamin UUD Tahun 1945, UU No. 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Ketua Komisi Informasi Publik Gede Narayana dalam pengantar penandatanganan yang dilakukan secara virtual menyampaikan kerja sama ini dapat mendukung keterbukaan informasi publik. “Sehingga pelaksanaan keterbukaan informasi publik bisa tersiar dan terinformasikan kepada masyarakat luas,” kata Gede Narayana dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (25/3/2021).  

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut menyampaikan nota kesepahaman ini untuk memaksimalkan partisipasi publik dalam pengelolaan negara, terutama dalam mengawasi jalannya program pemerintah dengan menyediakan informasi yang memadai bagi publik.

“Menyediakan informasi yang memadai itu adalah tanggung jawab media massa. Tapi informasi yang memadai bisa disajikan, mengandaikan media memiliki akses kepada sumber informasi. Informasi yang memadai itu menyangkut apa saja, termasuk data,” kata Wenseslaus Manggut.

Ia menambahkan akses terhadap data tidak hanya mengembalikan jurnalisme menjadi berkualitas, tapi juga membuka kesempatan bagi publik untuk memahami jalannya penyelenggaraan negara dalam data dan angka.

Penandatanganan kesepahaman dilanjutkan dengan rangkaian “Dengar Pendapat Publik Perbaikan Sengketa Informasi Publik” Wilayah Indonesia Timur melibatkan AMSI Papua. Diskusi ini dihadiri 29 perwakilan media anggota AMSI dari Indonesia Timur, akademisi, dan NGO.

Dengar pendapat serupa sebelumnya dilaksanakan melibatkan AMSI Aceh dengan mengundang peserta dari wilayah Indonesia Barat pada 23 Maret 2021 lalu. Acara ini dihadiri 59 peserta. Rangkaian kegiatan ini merupakan kerja sama AMSI dan Komisi Informasi dengan dukungan UNESCO.

Selain menyelenggarakan diskusi publik, AMSI juga melakukan review kebijakan terhadap draft Revisi Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor  1 Tahun 2013 Tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Prosedur ini merupakan faktor penting yang menentukan kualitas performa penyelesaian sengketa informasi. Dua expert yang dilibatkan adalah Dessy Eko Prayitno dan Astrid Deborah.

Komisioner Komisi Informasi Arif Kuswardono, saat sesi Dengar Pendapat Publik Wilayah Timur menyampaikan upaya perbaikan prosedur sengketa informasi sedang dilakukan agar ke depan tidak terjadi penumpukan kasus karena lambatnya proses sengketa. “Kemudahan dan kecepatan menjadi value yang perlu terus diupayakan akan kami catat. Sengketa adalah satu bagian saja sedang di hulunya adalah perbaikan layanan agar publik dan jurnalis mendapatkan informasi publik yang berkualitas,” katanya.

Sementara Dessy Eko Prayitno menyampaikan Badan Publik perlu didorong agar terus lebih cepat membuka informasi publik. Ia melihat saat ini masih ada masalah pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik karena masih memberikan ruang 100 hari kerja bagi badan publik untuk membuka data.

“Tapi untuk penyelesaian sengketa, Komisi Informasi mempunyai peran untuk mendesain aturan agar proses sengketa bisa lebih cepat,” ujar Eko. Ia menambahkan ketika informasi dapat diperoleh dengan cepat, sumber terpercaya, harapannya dapat membantu pemberantasan hoaks.

Sedangkan Nuruddin Lazuardi, Pengurus Bidang Advokasi AMSI, menambahkan peran Komisi Informasi penting untuk menjembatani agar proses pembukaan data publik bisa lebih cepat. “Bagi media khususnya, sumber informasi yang akurat sangat penting agar dapat memberikan informasi yang berkualitas kepada masyarakat,” katanya.

Tags:

Berita Terkait