Koalisi Ingatkan KY Terkait 7 Parameter Pilih Calon Hakim Agung
Terbaru

Koalisi Ingatkan KY Terkait 7 Parameter Pilih Calon Hakim Agung

Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menuntut KY agar lebih serius dalam proses wawancara selanjutnya. Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi KY untuk menggali lebih dalam terkait kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Suasana pelaksanaan seleksi wawancara calon hakim agung di hari pertama secara daring, Selasa (3/8/2021). Foto: ASH
Suasana pelaksanaan seleksi wawancara calon hakim agung di hari pertama secara daring, Selasa (3/8/2021). Foto: ASH

Pada 30 Juli 2021, Komisi Yudisial (KY) mengumumkan 24 nama Calon Hakim Agung (CHA) yang lolos seleksi tahap kesehatan dan kepribadian. Ke-24 CHA yang lolos itu, menjalani seleksi tahap wawancara pada tanggal 3-7 Agustus 2021. Rinciannya, 15 CHA memilih kamar pidana; 6 CHA memilih kamar perdata; dan 3 CHA memilih kamar militer. Pada tahap wawancara ini, CHA diuji pemahamannya oleh ketujuh Komisioner KY dan Panel Ahli yang diundang mengenai visi, misi dan komitmen; kenegarawanan; integritas; kemampuan teknis dan proses yudisial; dan kemampuan pengelolaan yudisial.

Berdasarkan catatan sejumlah organisasi/lembaga yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan, dari 24 CHA yang mengikuti tahap wawancara itu. Pertama, terdapat beberapa nama yang pernah mengikuti seleksi CHA sebelumnya. Kedua, terdapat CHA yang memiliki catatan integritas, misalnya harta kekayaan yang nilainya tidak wajar. Ketiga, dugaan perilaku yang tidak profesional dan berintegritas.

“Hingga tahap meloloskan 24 nama tersebut, KY tampaknya tidak mempertimbangkan dengan menyeluruh catatan integritas para CHA berdasarkan masukan dan pengaduan masyarakat, hasil investigasi, dan klarifikasi kepada CHA dalam proses seleksi,” ujar perwakilan Koalisi Pemantau Peradilan dari PBHI, Julius Ibrani kepada Hukumonline, Selasa (3/8/2021) malam. (Baca Juga: 24 Calon Hakim Agung Akan Ikuti Seleksi Wawancara)

Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) ini terdiri dari PBHI, LeIP, IJRS, PSHK, LBH Jakarta, ICEL, ELSAM, ICW, Public Interest Lawyer Network (PILNET), ICJR, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Imparsial, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA), LBH Apik Jakarta.

Selain masalah pengabaian catatan rekam jejak meragukan beberapa CHA, Koalisi melihat saat pemantauan wawancara hari pertama Selasa 3 Agustus 2021, beberapa Komisioner KY tidak mengajukan pertanyaan secara profesional. Seperti menunjukan sikap tidak respek terhadap para CHA dengan menunjukan ekspresi garang. Namun, pada saat yang bersamaan, tidak menukik kepada pertanyaan-pertanyaan yang mendalami kompetensi minimum yang dibutuhkan oleh CHA, seperti integritas dan kapabilitas.

“Di sisi lain, proses pendalaman profil berupa klarifikasi rekam jejak CHA dalam wawancara CHA kali ini malah dilakukan secara tertutup. Publik tidak bisa lagi mengetahui proses klarifikasi terhadap data-data atau informasi yang bersifat publik yang dimiliki CHA. Hal itu tentu sebuah kemunduran proses seleksi dibandingkan proses-proses seleksi sebelumnya yang lebih terbuka dan transparan,” ujar Julius.   

Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menuntut KY agar lebih serius dalam proses wawancara selanjutnya. Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi KY untuk menggali lebih dalam terkait kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi KY, mengingat amanat UUD 1945 mengamanatkan peran Komisi Yudisial sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 

Koalisi Pemantau Peradilan juga mendorong KY untuk memilih CHA yang memiliki profil. Pertama, CHA yang memiliki visi dan misi yang jelas sebagai Hakim Agung. Kedua, CHA yang tidak memiliki catatan integritas yang buruk. Ketiga, CHA yang memiliki harta kekayaan yang wajar. Keempat, CHA yang memiliki pemahaman mumpuni mengenai hukum dan peradilan sesuai kamar perkara yang dipilih.

Kelima, CHA yang berkomitmen untuk berperan aktif dalam reformasi peradilan, khususnya di Mahkamah Agung. Keenam, CHA yang memahami peran hakim dan pengadilan dalam pemenuhan HAM sesuai kedudukan pengadilan dalam konsep negara hukum. Ketujuh, CHA yang memiliki keberpihakan pada kelompok rentan yaitu perempuan, anak, masyarakat miskin, dan kelompok minoritas, serta perlindungan lingkungan hidup.

Karena itu, Koalisi mendesak KY untuk melakukan proses wawancara dengan memberikan pertanyaan bermanfaat untuk menguji kompetensi CHA dan bukan pertunjukan kegarangan. Memilih CHA yang memiliki profil berupa kompetensi yang mumpuni dan integritas yang baik. Menelusuri rekam jejak, termasuk dari sumber LHKPN para CHA agar bisa memastikan bahwa CHA yang terpilih memiliki rekam jejak yang bersih dan berintegritas.

“Memilih CHA dengan mempertimbangkan semua hasil penilaian tahapan seleksi dan memastikan CHA yang terpilih memiliki pemahaman dan komitmen terhadap HAM dan keberpihakan pada kelompok rentan dan minoritas,” tegasnya.

Di hari pertama pada Selasa (3/8/2021), KY menggelar tahap wawancara sebagai seleksi tahap akhir secara luring dan daring terhadap 5 CHA yakni Aviantara (Inspektur Wilayah I Bawas MA), Dwiarso Budi Santiarso (Kepala Bawas MA), Suradi (Hakim Tinggi Pengawas pada Bawas MA), Jupriyadi (Hakim Tinggi Pengawas pada Bawas MA), Artha Theresia Silalahi (Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta).   

Untuk diketahui, proses seleksi CHA ini dilakukan sesuai permintaan kebutuhan Mahkamah Agung (MA) dengan jumlah 13 hakim agung. Posisi yang dibutuhkan yaitu 2 hakim agung untuk kamar perdata; 8 hakim agung untuk kamar pidana; 1 hakim agung untuk kamar militer; dan 2 hakim agung untuk kamar tata usaha negara, khusus pajak.

Tags:

Berita Terkait