Komisi Nasional Disabilitas untuk Siapa?
Kolom

Komisi Nasional Disabilitas untuk Siapa?

KemenPANRB atau Sekretariat Negara seharusnya melakukan uji publik pembahasan RPerpres yang belum pernah dilakukan selama ini.

Bacaan 2 Menit
Fajri Nursyamsi. Foto: pshk.or.id
Fajri Nursyamsi. Foto: pshk.or.id

Bab VI Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mengamanatkan pembentukan Komisi Nasional Disabilitas (KND). Proses pembentukan KND sudah diinisiasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) dengan pembentukan Rancangan Peraturan Presiden, yang saat ini sudah sampai tahap hampir akhir, yaitu di Sekretariat Negara untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden.

 

Namun begitu, draft terakhir RPerpres KND masih mendapat penolakan dari sejumlah organisasi penyandang disabilitas tingkat nasional. Draft tersebut disusun tanpa pelibatan aktif dari penyandang disabilitas, dan secara substansi tidak sesuai dengan amanat UU 8/2016 yang sudah melihat disabilitas sebagai isu HAM, bukan lagi sekadar isu kesejahteraan sosial.

 

Ada tiga poin kesalahan perspektif Pemerintah dalam penyusunan RPerpres KND ini, yaitu pertama, menempatkan KND melekat secara keuangan kepada Kementerian Sosial, menempatkan sekretariat KND setara dengan esselon III, dan membagi kategori pengisian jabatan pimpinan KND antara disabilitas dan non disabilitas.

 

Ketiga permasalahan ini sangat mendasar, sekaligus mencerminkan ada ketidakpahaman Pemerintah dalam melihat isu disabilitas sebagaimana diatur dalam UU Penyandang Disabilitas. Hal itu terjadi salah satunya karena minim pelibatan organisasi penyandang disabilitas dalam penyusunan RPerpres ini, bahkan pembahas RPerpres lebih didominasi oleh non penyandang disabilitas.

 

KND adalah lembaga negara yang akan menggunakan APBN sebagai salah satu sumber anggarannya. Oleh karena itu, dalam penganggarannya perlu untuk melekatkan sekretariatnya kepada salah satu Kementerian sektoral. Namun, pemilihan Kementerian Sosial sebagai Kementerian sektoral yang dimaksud adalah kesalahan fatal. Pelekatan KND kepada Kementerian Sosial hanya akan mengembalikan disabilitas kepada isu belas kasih yang sudah diubah pada saat Indonesia menandatangani Konvensi Hak Penyandang Disabilitas melalui UU Nomor 19 Tahun 2011, sekaligus melangkahi ketentuan dalam UU Penyandang Disabilitas.

 

Ada lima tujuan pembentukan UU Penyandang Disabilitas yang disebutkan dalam Pasal 3, keseluruhannya dirumuskan dengan melihat disabilitas sebagai isu hak asasi manusia, bukan sekadar sebagai isu kesejahteraan atau perlindungan sosial. Oleh karena itu, seharusnya Pemerintah melekatkan KND kepada Kementerian yang memegang tugas dan fungsi dalam isu HAM, yaitu Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan Perpres Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan HAM, atau kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Bukan kepada Kementerian Sosial, yang berdasarkan Perpres 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial, hanya ditugaskan dalam lingkup rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin.

 

Argumentasi yang dibangun oleh KemenPANRB yang mengusulkan KND dilekatkan kepada Kementerian Sosial adalah ketentuan Pasal 129 UU Penyandang Disabilitas tentang koordinasi pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, yang menjadi tugas dari Menteri Sosial.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait