Komitmen MK Kedepankan Independensi dan Imparsial dalam Penanganan Sengketa Pemilu
Terbaru

Komitmen MK Kedepankan Independensi dan Imparsial dalam Penanganan Sengketa Pemilu

Masyarakat dapat mengawasi penerapan Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman. MK harus terus berbenah.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Sementara ayat (7) menyebutkan, “Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda”. Selain ketentuan Pasal 17 UU 48/2009, MK pun memiliki kode etik hakim konstitusi yang mengamanatkan prinsip independensi dan imparasialitas.

”Bahwa hakim MK juga harus merujuk pada Pasal 17 ayat 1-5 UU Kekuasaan Kehakiman di mana ditegaskan bahwa hakim dalam menangani perkara yang mempunyai potensi kepentingan ada pilihan hakim itu bisa untuk gunakan hak ingkar,” katanya.

Mantan hakim tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar itu melanjutkan kesiapannya secara kelembagaan dalam menangani perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Pasalnya saban penyelenggaran pesta demokrasi, secara rutin MK menangai proses sengketa pada pemilu presiden dan pemilu legislatif.

”Sudah jadi pekerjaan rutin oleh MK dan saya yakin yang agak berat bagaiman trust publik tersebut,” ujar mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu.

Dalam kesempatan sama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH-UII), Sri Hastuti mengatakan, prinsip independensi dan imparsialitas sangat fundamental harus dijaga oleh seorang hakim. Baginya, pemulihan kepercayaan publik menjadi pekerjaan besar MK saat ini. Sri menyarankan agar hakim yang memiliki konflik kepentingan harus didiskulifikasi dalam penanganan perkara PHPU. Terlebih, saat ini tiga hakim MK diusulkan presiden dan tiga hakim MK lainnya diusulkan DPR.

”Tantangan MK untuk tetap menjaga imparsialitas dan independensinya akan makin berat di dalam penyelesaian PHPU,” katanya.

Lebih lanjut Sri yang menjabat Dewan Pengasihat Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) FH-UII itu melihat besarnya pengaruh rezim kekusaaan terhadap MK. Dia pun meminta publik turut mengawai MK dalam proses penanganan perkara PHPU nantinya.

”Karena Pemilu tahun 2024 itu berlangsung dengan penuh drama. Prinsip imparsialitas dan indep independensi harus kita waspadai,” pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan, akibat terbitnya putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, MK yang kala itu dipimpinan Anwar Usman -ipar dari Presiden Joko Widodo- memutuskan  membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dipimpin Prof Jimly Asshiddiqie.  Hasilnya, MKMK menerbitkan putusan dengan mencopot Anwar Usman dari jabatan sebagai Ketua MK dan menyatakan sembilan hakim MK melanggar etik. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap MK pun tergerus.

Tags:

Berita Terkait