Komnas Perempuan Dorong Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Berita

Komnas Perempuan Dorong Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Komnas Perempuan mencatat lahirnya beberapa bentuk dan terminologi penting yang berkaitan dengan hilangnya nyawa perempuan yang disebabkan oleh kekerasan berbasis gender.

M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Pada 2014, seorang Mahasiswi di salah satu Universitas Negeri di Jakarta melaporkan seorang sastrawan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan pelecehan seksual terhadap dirinya. Hingga 2016, belum ada perkembangahn dari upaya penegakan hukum yang sudah berjalan lebih dari 2 tahun.

 

Di 2015, seorang mahasiswi di salah satu universitas negeri di Jakarta melaporkan dosennya karena disetubuhi. Setelah sama-sama bersumpah di bawah kitab suci, korban mengakui bahwa telah menjadi korban atas perbuatan pelaku. Sementara pelaku tidak mengakui tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya. Belum ada kabar lanjutan dari kasus ini.

 

(Baca Juga: Ini Catatan Komnas HAM Terhadap Pemenuhan Hak Kelompok Minoritas)

 

Di tahun 2016, seorang siswi SMP di Rejang Lebong diperkosa beramai-ramai dan dibunuh oleh 14 orang pelaku dimana 7 pelaku masih dibawah umur. Masih di tahun yang sama, 22 siswa di Kecamatan Balapulang, Tegal diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh guru bahasa inggrisnya.

 

Dalam rekomendasi penelitiannya, MaPPI menekankan perlunya rehabilitasi terhadap korban pelecehan seksual. Sejumlah alasan pentingnya rehabilitasi terhadap korban adalah; Pertama, menurut penelitiannya, MaPPI menemukan bahwa korban kekerasan seksual 26 kali lebih berisiko menjadi pecandu obat-obatan dan alkohol.

 

Kedua, kekerasan seksual membuat korban berpikir bahwa mereka tidak memiliki kendali atas tubuh mereka sendiri. Ketiga, korban harus menanggung perasaan malu bahkan mendapatkan teror dari pelaku, keluarga pelaku, maupun masyarakat sekitar. Keempat, menimbulkan rasa takut berhadapan dengan orang yang mirip dengan pelaku atau berada di tempat asing.

 

Kelima, korban akan cenderung menyalahkan diri sendiri atas hal yang dialaminya. Keenam, rasa kehilangan kontrol atas tubuh sendiri menghasilkan perasaan sedih, hilang harapan, dan kehilangan rasa percaya diri yang berujung depresi serta ketakutan yang tidak jelas asalnya. Ketujuh, pada korban anak, berdampak pada adanya kekerasan lanjutan karena korban menjadi lebih sensitif dan rentan apabila dihadapkan kondisi yang mirip dengan kejadian yang dialaminya.

 

Delapan, sebagian besar ahli berpandangan bahwa kekerasan seksual tidak selalu tentang pemenuhan hasrat seksual, tapi lebih dari itu dikarenakan adanya keinginan pelaku untuk menguasai korban.

 

Tags:

Berita Terkait