Komnas Perempuan Minta RUU PKS Segera Disahkan
Terbaru

Komnas Perempuan Minta RUU PKS Segera Disahkan

Pembahasan terhambat karena ada kekeliruan cara pandang melihat RUU PKS. Karena itu, penting menyamakan persepsi antar fraksi dan anggota dewan sebelum membahas RUU PKS.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit

Dalam kurun satu tahun terakhir, Komnas Perempuan mencatat pengaduan masyarakat terkait kekerasan seksual di ruang siber meningkat. Kekerasan seksual berbasis gender siber merupakan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan menggunakan teknologi informasi ataupun transaksi elektronik. Tak hanya terbatas mendistribusikan atau mentransmisikan, tetapi juga membuat dapat diaksesnya informasi elektronik ataupun dokumen elektronik.

Komnas Perempuan juga mendorong adanya pengaturan tambahan pidana tambahan 1/3 hukuman bila setiap tindak pidana yang disertai dengan kekerasan berbasis gender di ruang siber. “Kami mengusulkan sistem pemidanaan di RUU PKS ini menggunakan double track system, dimana ada pidana tambahan dan ada tindakan yang dilakukan bersamaan,” Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah beberapa waktu lalu.  

Dia menilai usulan tersebut telah disesuakan dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Buku I yang memuat adanya pidana pokok dan tambahan. Kemudian, adanya tindakan berupa rehabilitasi yang diberikan bagi pelaku pidana yakni dalam bentuk konseling sebagai upaya mengubah perilaku.

Hal penting lain, kata Siti Aminah, perempuan korban kekerasan seksual tak dapat dituntut secara pidana ataupun perdata sebagaimana termuat dalam Pasal 21 draf RUU PKS yang diusulkannya. Maklum, selama ini perempuan korban kekerasan seksual enggan melaporkan kasus yang dialaminya. Selain sulitnya pembuktian, juga kerap mendapat ancaman lapor balik dengan pidana atau gugatan perdata dari pelaku yang diduga melakukan pidana tersebut.

Menurutnya, RUU PKS harus memuat 6 elemen kunci penghapusan kekerasan seksual yakni pencegahan, 9 bentuk tindak pidana kekerasan seksual, hukum acara, sanksi pidana, hak korban, dan pemantauan. Enam elemen ini harus keseluruhan. “Karena kalau kurang satu saja, penangananya tidak komprehensif,” kata dia.

Baginya, 6 elemen kunci itu belum terinformasikan dengan baik di masyarakat. Akibatnya masing-masing pihak membaca dan memaknai kekerasan seksual kerap berbeda-beda. Melalui penyempurnaan naskah akademik dan draf RUU usulan Komnas Perempuan dan jaringan masyarakat sipil, serta menyandingkan dengan draf RUU PKS 2016, harapannya draf RUU PKS semakin baik.

Tak hanya itu, Komnas Perempuan mengusulkan soal peran serta masyarakat dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan mulai keterlibatan sejak tahap pencegahan, perlindungan, pemulihan, pengawasan.

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari mengatakan sudah empat kali rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Panitia Kerja (Panja) RUU PKS dengan berbagai para pemangku kepentingan menemui persoalan terbesar yakni adanya kekeliruan cara pandang dan kekeliruan melihat RUU PKS. Karena itu, penting menyamakan persepsi antar fraksi dan anggota dewan sebelum membahas RUU PKS.

“Semua pihak hendaknya beradu argumentasi berlandaskan fakta, data, dan pengalaman empirik selama ini. Jangan bersandar pada interpretasi dan tuduhan abstrak yang mengawang-awang,” kata Taufik Basari dalam sebuah diskusi virtual bertajuk “Mengawal RUU PKS dalam Prolegnas 2021”, Rabu (21/7/2021) kemarin. (ANT)

Tags:

Berita Terkait