Kontrol Sipil Terhadap Militer Masih Lemah
Berita

Kontrol Sipil Terhadap Militer Masih Lemah

Masih terbuka ruang bagi aparat militer untuk masuk ke ranah sipil.

Ady
Bacaan 2 Menit
Kontrol sipil terhadap militer masih lemah. Foto: ilustrasi (Sgp)
Kontrol sipil terhadap militer masih lemah. Foto: ilustrasi (Sgp)

Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai kontrol sipil terhadap lembaga militer masih lemah. Padahal, dalam reformasi militer yang dihembuskan sejak reformasi 1998, sipil harus mengendalikan militer secara ketat. Peneliti Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan hal itu dapat dilihat dari sikap DPR dan Kementerian Pertahanan yang lemah melakukan pengawasan dan pengawalan terhadap institusi militer.

Alih-alih mencegah aparat militer tidak masuk ke dalam ranah sipil, namun Gufron melihat dua lembaga itu malah melakukan hal yang sebaliknya. Misalnya dalam soal regulasi, Gufron melihat militer dapat masuk menangani persoalan yang mestinya ditangani masyarakat sipil. Hal itu dapat dilihat dalam RUU Keamanan Nasional (Kamnas) dan RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara.

Gufron mencermati, DPR lemah mengawasi penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang dilakukan militer. Menurut Gufron hal itu menghambat berjalannya reformasi militer yang sampai hari ini dinilai belum tuntas. “Memberi ruang bagi TNI untuk masuk ke ranah sipil,” kata Gufron dalam jumpa pers di kantor KontraS Jakarta, Kamis (4/10).

Soal pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), Gufron mengatakan belum ada perubahan yang berarti terkait transparansi dan akuntabilitas dalam pengembangan dan pengadaan alutsista. Pengadaan pesawat Jet Sukhoi dari Rusia dan tank MBT Leopard dari Jerman menurut Gufron dapat digunakan sebagai contoh. Terkait Sukhoi, Gufron menilai harga untuk membeli pesawat tempur canggih itu tidak wajar dan berpotensi besar merugikan negara. Menurut Gufron adanya pemain ketiga atau broker yang membuat harga Sukhoi menjadi tak wajar.

Selain itu Gufron melihat DPR lemah dalam mengawasi dan mengawal penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu yang melibatkan militer. Akibatnya, berbagai kasus yang terjadi tidak diselesaikan secara tuntas. Ditambah lagi sistem peradilan militer yang tak mendapat perhatian penting dari DPR. Gufron mengingatkan, masyarakat sipil berulang kali mendesak agar mekanisme peradilan militer dibenahi, sehingga memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.

Di tengah semangat pemerintah untuk memperbaiki alutsista, Gufron menganggap kesejahteraan bagi prajurit TNI menjadi terbengkalai. Gufron menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai luput memperhatikan kesejahteraan prajurit TNI. Dari seluruh rencana anggaran yang dialokasikan untuk sistem pertahanan di tahun 2013, Gufron mencatat lima puluh persen dari anggaran itu dialokasikan bukan untuk kesejahteraan prajurit, namun pengembangan alutista.

Pada kesempatan yang sama Kabiro Monitoring dan Dokumentasi KontraS, Feri Kusuma, mengatakan dalam kurun waktu Oktober 2011–September 2012 tindak kekerasan yang dilakukan aparat militer mencapai 81 kasus. Tindak kekerasan itu menurut Feri terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.

Tags: