Koordinasi BI dan OJK Tentukan Perekonomian
Berita

Koordinasi BI dan OJK Tentukan Perekonomian

Semakin baik koordinasi, semakin mudah melewati tantangan ekonomi.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Koordinasi BI dan OJK Tentukan Perekonomian
Hukumonline
Segala persiapan telah dilakukan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menyambut beralihnya fungsi pengawasan perbankan pada awal 2014. Meski berbagai persiapan telah dilakukan, namun beralihnya fungsi pengawasan perbankan itu memerlukan ‘sentuhan’ akhir yang baik dari kedua lembaga. Sentuhan yang dimaksud adalah komunikasi dan koordinasi yang baik antara BI dan OJK.

Hal itu diutarakan oleh Anggota Komisi XI Maruarar Sirait saat rapat dengan BI dan OJK di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa (17/12). Menurutnya, koordinasi antara BI dan OJK dapat menentukan arah perekonomian Indonesia. Terlebih lagi, dengan adanya ketidakpastian kondisi ekonomi global.

“Mengatasi masalah sangat tergantung komunikasi, dan hubungan saling menghargai antara Gubernur BI dengan Ketua Dewan Komisioner OJK,” kata politisi dari PDIP ini.

Ia menilai, hubungan antara pimpinan kedua lembaga tersebut sangat mempengaruhi psikologis seluruh bawahannya. Jika hubungan atau komunikasi berjalan baik, maka semakin mudah melewati tantangan ekonomi. Sebaliknya, semakin buruk komunikasi, tantangan akan sulit dilewati.

Bukan hanya terkait perekonomian, komunikasi yang baik diperlukan agar masalah yang muncul di kedua lembaga bisa diselesaikan dengan baik. Salah satunya mengenai pertukaran data dan informasi yang cepat dan mengatasi masalah-masalah lain. “Persoalan psikologis saya harap segera cair. Kalau ada orang bagus, BI butuh OJK juga butuh bagaimana ini? Jadi saya tekankan komunikasi dengan baik,” katanya.

Gubernur BI Agus DW Martowardojo memastikan tak ada persoalan yang akan menghadang komunikasi antara BI dengan OJK. Menurutnya, jika ada persoalan yang harus membutuhkan jalan keluar, maka sudah tercantum dalam surat keputusan bersama yang telah ditandatangani BI dan OJK pada Oktober lalu.

“Kita sudah bicarakan dan suda ada di surat keputusan bersama BI dan OJK,” kata Agus dalam rapat.

Menurutnya, dengan beralihnya fungsi perbankan dari BI ke OJK menjadikan BI hanya bertugas di bidang makro prudensial saja. Meski begitu, persoalan makro prudensial ke depan pasti akan membutuhkan data dan informasi dari mikro prudensial. Atas dasar itu, ia berharap, agar pertukaran dana dan informasi di kedua lembaga dapat berjalan baik.

“Bagaimana buat platform yang bisa disupplay informasi BI dan OJK sehingga tidak ada protokol yang menghambat,” kata Agus.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, terdapat empat syarat yang bisa menentukan peralihan dapat berjalan dengan sukses. Keempat syarat tersebut berkaitan erat dengan tugas dan fungsi OJK dan BI. Pertama, perlu adanya kejelasan mengenai pembagian pekerjaan makro prudensial dan mikro prudensial. Kejelasan ini penting bukan hanya dalam tataran pimpinan lembaga, tapi juga bagi petugas operasional di kedua lembaga.

Menurutnya, komunikasi antara kedua lembaga juga penting lantaran tugas makro dan mikro pasti akan terdapat area abu-abu. “Tentu tidak hitam putih seperti dalam pelaksanaannya, bisa terjadi persinggungan. Makanya perlu kejelasan bagaimana makro dan mikro bisa disiapkan dengan baik sehingga melaksanakan tugas bisa baik,” kata Muliaman.

Kedua, terkait pertukaran data dan informasi. Komunikasi dalam pertukaran data dan informasi penting saat kedua lembaga menjalankan tugas dan fungsinya. Syarat ketiga terkait penggunaan aset-aset BI oleh OJK. Syarat ini penting saat OJK menjalankan fungsi pengawasan perbankan di seluruh wilayah nusantara.

Sedangkan syarat keempat terkait dengan sumber daya manusia. Muliaman mengatakan, selain pegawai BI dan pegawai Kementerian Keuangan yang ditugaskan ke OJK, otoritas juga memerlukan rekrutmen tenaga baru. Terlebih lagi terkait tenaga teknis yang menguasai internal audit dan hukum. Ia berharap, BI dapat menugaskan pegawai yang menguasai di kedua bidang ini ke OJK.

“Untuk dukung dan meyakini proses pengawasan dikawal dengan audit yang memadai dan ahli hukum yang memadai. Bisa didiskusikan dengan baik,” tutup Muliaman.
Tags:

Berita Terkait