KPK dan Politikus Golkar Ajukan Banding, Ini Alasannya
Berita

KPK dan Politikus Golkar Ajukan Banding, Ini Alasannya

Budi ajukan banding karena tak terima hukumannya lebih berat dari Damayanti.

NOV
Bacaan 2 Menit
Budi Supriyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Budi Supriyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas putusan Budi Supriyanto ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Golkar ini divonis lima tahun penjara di Pengadilan Tipikor Jakarta. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan penuntut umum, yaitu sembilan tahun penjara.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, pengajuan banding tersebut lantaran penuntut umum menilai putusan Budi masih belum memenuhi dua pertiga dari hukuman yang dimintakan penuntut umum kepada majelis hakim. "Putusan masih jauh di bawah tuntutan penuntut umum," katanya, Jumat (18/11). (Baca Juga: KPK Putuskan untuk Menerima Vonis Damayanti)

Menanggapi banding KPK, pengacara Budi, Unoto Dwi Yulianto menyatakan pihaknya juga telah mengajukan banding pada 17 November 2016. Ada beberapa alasan, mengapa Budi mengajukan banding. Pertama, vonis Budi dinilai lebih berat dari pelaku lainnya, yaitu Damayanti Wisnu Putranti (DWP), rekan Budi di Komisi V.

Menurut Unoto, Damayanti adalah inisiator yang menawarkan dan membujuk Budi agar ikut mengalokasikan program aspirasinya di Maluku sebagaimana yang dilakukan Damayanti. Kedua, majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan perbuatan Budi yang telah mengembalikan gratifikasi yang diterimanya ke KPK.

Ia mengungkapkan, Budi sudah mengembalikan uang gratifikasi yang diterimanya dalam jangka waktu 19 hari sejak diterima sebagaimana ketentuan Pasal 12C UU Tipikor. "Tdak dipertimbangkan untuk dapat membebaskan BS (Budi Supriyanto), pun ternyata tidak dipertimbangkan untuk meringankan," ujarnya.

Padahal, lanjut Unoto, sesuai pandangan ahli hukum pidana, kualitas pelaporan gratifikasi sebagai itikad baik derajatnya lebih tinggi dari pada menjadi saksi pelaku yang berkerja sama atau justice collaborator (JC) seperti Damayanti. Walau tidak mempermasalahkan status JC Damayanti, ia menganggap tindakan Budi harus diapresiasi KPK.

Hal ini, sambungnya, demi preseden penegakan hukum ke depan. Sebab, dengan dituntut dan divonis berat, kemungkinan tidak akan ada lagi yang mau mengembalikan atau melaporkan gratifikasi yang dianggap suap (Pasal 12B UU Tipikor) ke KPK. Toh, akan tetap dihukum, bahkan lebih berat dari inisiator atau koordinatornya. (Baca Juga: Meski Telah Lapor Gratifikasi, Politikus Golkar Tetap Divonis Bersalah)

Oleh karena itu, Unoto berharap penegakan hukum dapat dilakukan secara adil. Ia menyatakan upaya hukum banding tersebut diajukan demi mencari keadilan bagi kliennya. "Dan, mencari kepastian dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat luas yang kemungkinan akan memiliki masalah yang sama," tuturnya.

Budi dihukum dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp300 juta subsidair dua bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Budi dianggap terbukti menerima suap Sing$305 ribu terkait penyaluran program aspirasi pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.

Dalam putusannya, Budi terbukti bersama-sama Damayanti, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi mendapatkan komisi dari pengurusan dana aspirasi Komisi V DPR. Suap diberikan oleh Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir sebagai calon pelaksana pembangunan proyek jalan.

Fee tersebut diberikan Abdul pada 7 Januari 2016 di Pasaraya Blok M melalui Julia sebesar Sing$404 ribu. Kemudian, Juli melaporkan ke Damayanti. Setelah itu, Damayanti memerintahkan Julia menyerahkan kepada Budi sebesar Sing$305 ribu, sedangkan sisanya Sing$99 ribu dibagi tiga kepada Damayanti, Dessy dan Julia masing-masing Sing$33 ribu.

Adapun gratifikasi Sing$305 ribu yang dilaporkan Budi, dinilai majelis hakim tidak dapat menghapuskan tindak pidana yang dilakukan Budi. Selain karena uang itu dilaporkan ke KPK setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Damayanti, Dessy, dan Julia, juga karena telah terbukti ada sikap batin dari Budi. (Baca Juga: Jadi Justice Collaborator, Politikus Damayanti Dihukum 4,5 Tahun Bui)

Terkait perkara ini, Damayanti sudah divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan. Dessy dan Julia juga sudah divonis masing-masing empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan, sedangkan Abdul divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan. 
Tags:

Berita Terkait