KPK Diminta Terbuka Soal Pemeriksaan Ajudan Lili di Kasus Tanjung Balai
Terbaru

KPK Diminta Terbuka Soal Pemeriksaan Ajudan Lili di Kasus Tanjung Balai

KPK diminta tidak memberikan perlakuan berbeda kepada saksi meskipun mempunyai hubungan pekerjaan dengan pimpinan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) transparan menyelesaikan kasus suap lelang jabatan di Pemerintah Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. Seperti diketahui, perkara tersebut menyeret ajudan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman meminta KPK semestinya tidak memberikan perlakuan berbeda kepada saksi meskipun mempunyai hubungan pekerjaan dengan pimpinan.  "Sikap KPK yang tidak mengumumkan hasil pemeriksaan ajudan Ibu Lili mengindikasikan dugaan ada sesuatu yang coba disembunyikan. Meski saksi memiliki keterkaitan dengan Ibu Lili seorang pimpinan, bukan berarti harus ada perbedaan perlakuan dengan saksi-saksi lain," ujar Boyamin, Jumat (10/9). 

Dia mengungkapkan, sikap tertutup lembaga antirasuah juga mengkhianati asas transparansi yang sering kali digaungkan. "Bagaimana KPK menuntut pihak lain transparan jika dirinya malah tertutup? Kalau tidak salah perbuatan ini bisa masuk kategori munafik," kata dia.

Dia meminta KPK patuh terhadap azas keterbukaan sebagaimana diatur ketentuan Pasal 5 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berazaskan pada kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. (Baca: Alasan ICW Laporkan Lili Pintauli ke Bareskrim)

Boyamin mengutip azas keterbukaan yang diperjelas dalam Penjelasan Pasal 5 UU KPK. Dalam pasal tersebut, keterbukaan adalah sebagai azas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Sedangkan, akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan KPK berkomitmen usut tuntas perkara tersebut. Saat ini, KPK masih terus melakukan kegiatan penyidikan perkara ini dengan mengumpulkan bukti-bukti terkait serta menjadwalkan pemeriksaan kepada para saksi guna memperoleh informasi dan keterangan yang dibutuhkan. 

"Sebagaimana telah kami sampaikan ke publik bahwa KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap saksi Oktavia Dita Sari selaku ajudan salah satu pimpinan KPK," jelas Ali.

Dari hasil pemeriksaan tim penyidik, Oktavia menerangkan tidak kenal dengan para tersangka dan tidak mengetahui perbuatan para tersangka. Keterangan dan informasi tersebut tentu baru diketahui setelah KPK melakukan pemeriksaan.

"Namun demikian, KPK tidak berhenti di sini. Kami akan mengagendakan untuk memeriksa saksi-saksi lainnya. Kami berharap publik terus memberikan dukungannya, agar KPK bisa tuntas mengusut perkara korupsi yang mencederai harapan rakyat untuk memiliki pejabat publik daerah yang amanah dan menerapkan praktik good governance ini," jelas Ali.

Untuk diketahui, KPK pada Senin (6/9), memanggil saksi Oktavia Dita Sari yang merupakan ajudan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Oktavia dipanggil untuk tersangka Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tanjungbalai Yusmada (YM) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait lelang mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara Tahun 2019.

KPK pada Jumat (27/8) menetapkan Yusmada dan Syahrial sebagai tersangka. Atas perbuatannya, Yusmada selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Syahrial selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

KPK menduga Yusmada memberikan uang senilai Rp200 juta kepada Syahrial agar terpilih menjadi Sekda Kota Tanjungbalai. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai menerbitkan surat perintah terkait seleksi terbuka jabatan tinggi Pimpinan Pratama Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai.

Dalam surat perintah tersebut, Yusmada yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai masuk sebagai salah satu pelamar seleksi. Setelah Yusmada mengikuti beberapa tahapan seleksi, pada Juli 2019 bertempat di Kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai, Yusmada bertemu dengan Sajali Lubis yang merupakan teman sekaligus orang kepercayaan dari Syahrial.

Dalam pertemuan tersebut, Yusmada diduga menyampaikan pada Sajali untuk memberikan uang sejumlah Rp200 juta kepada Syahrial dan langsung ditindaklanjuti oleh Sajali dengan menelepon Syahrial dan kemudian langsung disepakati serta disetujui oleh Syahrial.

Selanjutnya pada September 2019, Yusmada dinyatakan lulus dan terpilih sebagai Sekda Kota Tanjungbalai berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Tanjungbalai yang ditandatangani oleh Syahrial.

Atas terpilihnya Yusmada sebagai Sekda Kota Tanjungbalai, Sajali atas perintah Syahrial kembali menemui Yusmada untuk menagih dan meminta uang sebesar Rp200 juta. Yusmada langsung menyiapkan uang yang diminta dengan melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta di salah satu bank di Tanjungbalai Asahan dan setelahnya langsung diserahkan ke Sajali untuk diteruskan ke Syahrial.

Tags:

Berita Terkait