KPK Harus Profesional, LPSK Diminta Waspada
Kasus Nazaruddin:

KPK Harus Profesional, LPSK Diminta Waspada

Sejumlah pihak ragu Nazaruddin masuk kategori justice collaborator. Mengakui perbuatannya saja tidak, apalagi mengembalikan uang hasil korupsi.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
KPK diminta profesional tangani Nazaruddin. Foto: Sgp
KPK diminta profesional tangani Nazaruddin. Foto: Sgp

Kepulangan tersangka korupsi wisma atlet SEA GAMES, Muhammad Nazaruddin sepertinya sangat ditunggu banyak pihak. Selama ini, Nazaruddin yang menjadi buronan interpol, muncul dengan informasi-informasi sensasional. Tentunya informasi tersebut cukup membuat panas telinga sejumlah pihak. Seperti, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Menpora Andi Malarangeng, beberapa rekannya di Partai Demokrat, serta pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Untuk itu, Kepala Biro Pemberantasan Korupsi DPP Demokrat Patra M Zen meminta agar Nazaruddin dapat segera diproses setelah sampai di Indonesia. Namun, proses hukum harus ditegakkan secara adil dan profesional. “Kalau ditanya what’s next, yang kita butuhkan sekarang proses hukum ditegakkan profesional, peradilan yang fair. Kita mau kebenaran materil yang terungkap,” katanya di Jakarta, Sabtu (13/8).

 

Hal ini dikarenakan, sejak pelariannya, Nazaruddin banyak sekali mengumbar informasi yang belum diketahui kebenarannya. Sehingga, Patra meminta agar penyidik menyortir keterangan Nazaruddin. “Jangan sampai keterangan yang justru fitnah malah digunakan penyidik, diambil alih oleh hakim jadi pertimbangannya untuk menyeret orang yang tidak bersalah. Persis seperti klien saya (Anas) yang difitnah dari awal,” ujarnya.

 

Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) Frans Hendra Winarta mengatakan KPK harus menjalankan due process of law tanpa adanya konflik kepentingan, mengingat sejumlah pejabatnya turut terseret “nyanyian” Nazaruddin. Masyarakat dan LSM juga diminta mengawal proses hukum di KPK agar terbebas dari upaya-upaya manipulasi, rekayasa, dan intervensi dari pihak manapun. Karena, kemungkinan banyak pihak yang ingin membungkam Nazaruddin.

 

Ketika ditanya siapa saja pihak yang mungkin membungkam Nazaruddin, Frans mengatakan bisa saja pihak-pihak berkuasa, seperti pemerintah, DPR, serta partai penguasa, yakni Demokrat. Namun, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana menjelaskan pemerintah, khususnya Presiden tidak akan mengintervensi. Presiden malah ingin mempercepat pembenahan dan pembersihan Partai Demokrat.

 

Untuk itu, agar proses penanganan Nazaruddin berlangsung independen, “Justru yang lebih tepat menanganinya, diantara tiga penegak hukum, adalah KPK. KPK adalah lembaga yang independen dan itu diatur oleh undang-undang. Agak berbeda dengan Kepolisian dan Kejaksaan,” tuturnya. Meski ada beberapa pejabat KPK yang disebut-sebut Nazaruddin, Denny menyarankan supaya Komite Etik KPK bekerja lebih cepat. Dengan demikian, KPK dapat bekerja tanpa adanya prasangka.

 

Namun begitu, Denny mengingatkan belum tentu tudingan terhadap pejabat KPK itu benar. Tengok saja, ketika dulu dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto dikriminalisasi oleh Anggodo Widjojo. Namun, pada akhirnya terungkap bahwa tudingan itu tidak benar. “Dengan ini, saya kira tudingan itu boleh jadi modus lama, upaya untuk membolak-balik KPK, yah upaya untuk pembelaan diri”.

 

Untuk sekedar mengingatkan, Nazaruddin dalam pelariannya sempat muncul dalam rekaman video dan melakukan wawancara via telepon dengan dua stasiun televisi swasta. Dalam kesempatan tersebut, selain “menyerang” rekan-rekannya di Partai Demokrat, Nazaruddin juga menyinggung peran Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah, Wakil Ketua KPK M Jasin, dan Deputi Penindakan Irjen Pol Ade Rahardja dalam melindungi kebobrokan Anas Urbaningrum.

 

Menurutnya, Chandra dan Ade mendapat janji dari Anas berupa dukungan supaya lolos dari penyaringan pimpinan KPK periode 2011-2015. Namun, Chandra dan Ade Raharja membantahnya. Ade Raharja malah membeberkan dirinya pernah diancam Nazaruddin dan diminta untuk menghentikan sejumlah kasus.

 

Hati-hati

Oleh karena “nyanyian” Nazaruddin ini begitu nyaring, Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho khawatir akan aksi pembungkaman Nazaruddin. Maka dari itu, harus ada jaminan keamanan terhadap Nazaruddin. Karena, ada beberapa contoh kasus yang pelakunya meninggal secara mencurigakan di penjara, seperti Hamdani Amir dan Hengky Samuel Daud.

 

Namun begitu, jaminan keamanan yang dimaksud tidak harus dalam bentuk perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Emerson meragukan jika Nazaruddin memiliki kemauan untuk mengembalikan uang hasil korupsi dan mengungkap kasus yang lebih besar. Oleh karenanya, ICW meminta LPSK berhati-hati dalam memberikan perlindungan kepada Nazaruddin.

 

Senada dengan Emerson. Selain meminta LPSK waspada, Denny juga meminta agar masyarakat berhati-hati dalam mendorong LPSK memberikan perlindungan kepada Nazaruddin. Karena, ada dua kemungkinan, “ada orang yang ingin mengungkap kasus, tapi bisa jadi ada koruptor yang ingin memanfaatkan LPSK”. Oleh karenanya, harus diverifikasi betul apakah Nazaruddin ini termasuk justice collaborator (pelaku yang bekerja sama) seperti Agus Condro atau tidak.

 

“Ingat kasus Agus Condro. Dia termasuk ke sana (justice collaborator). Dilindungi oleh LPSK, dia mempunyai informasi yang menyebabkan pelaku-pelaku lain terungkap. Dia kembalikan uangnya dan dia mendapatkan perlindungan,” jelasnya. Berbeda dengan Nazaruddin. Sejauh ini, Denny belum melihat kalau Nazaruddin bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Buktinya, Nazaruddin masih membantah keterlibatannya, kemudian melarikan diri dan menjadi buron.

 

Dengan demikian, Denny pun mempertanyakan apakah Nazaruddin akan bekerja sama, termasuk mengembalikan uang hasil korupsi seperti yang dilakukan Agus Condro? “Kalau keterlibatannya sendiri tidak diakuinya, ya logikanya dia tidak akan mengembalikan uang hasil korupsi. Kalau saya LPSK, bagaimana mungkin saya bisa mengklasifikasi orang yang buron dan tidak mengakui apa yang dilakukannya sebagai justice collaborator”.

 

Namun begitu, Denny menyerahkan kewenangan sepenuhnya kepada LPSK. Karena sesuai undang-undang, LPSK memang diberi kewenangan untuk melakukan penilaian tersebut. Terpisah, Komisioner Penanggung Jawab Bidang Bantuan, Kompensasi, dan Restitusi LPSK Lili Pintauli Siregar mengatakan LPSK tentu tidak akan serta merta memberikan perlindungan kepada Nazaruddin.

 

Pihaknya, lanjut Lili, tetap berpegang teguh pada Prosedur Tetap (Protap) yang ada di LPSK. Selain itu, mekanisme pemberian perlindungan juga tetap mengacu pada Pasal 28 UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. “Jadi, kami akan dalami lebih dulu apakah dia (Nazaruddin) dapat diberi perlindungan atau tidak. Jika dapat, perlindungan dalam bentuk apa. Jadi, putusan paripurna akan memastikan hal tersebut,” tuturnya melalui pesan singkat kepada hukumonline, Sabtu (13/8).

 

Tags: