KPK Mungkinkan Pengembangan Kasus Dugaan Pengurusan Sengketa Golkar
Berita

KPK Mungkinkan Pengembangan Kasus Dugaan Pengurusan Sengketa Golkar

Pengembangan kasus bisa juga ditangani aparat penegak hukum lain.

NOV
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES
Dalam surat tuntutan Andri Tristianto Sutrisna terkuak bahwa salah satu perkara yang "diurus" mantan Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata pada Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) ini adalah perkara kasasi No.490K/TUN/2015.

Berdasarkan penelusuran di situs MA, kasasi tersebut diajukan oleh DPP Partai Golkar hasil Munas Pekanbaru dan Bali atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta. Pemohon kasasi diwakili Aburizal Bakrie dan Idrus Marham. Sementara, terrmohon kasasi, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Agung Laksono, dan Zainudin Amali.

Perkara itu diputus pada 20 Oktober 2015 oleh hakim agung Imam Soebechi selaku ketua majelis, serta Irfan Fachruddin, Supandi selaku anggota. Majelis mengabulkan gugatan pemohon dan membatalkan SK Menkumham Nomor M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2015 tanggal 23 Maret 2015 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Komposisi dan Personalia DPP Golkar.

Dengan terungkapnya fakta baru ini, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, pihaknya membuka kemungkinan untuk pengembangan kasus lebih lanjut. "Pengembangan kasus tidak harus ditangani oleh KPK. Bisa juga KPK melimpahkan ke aparat penegak hukum lain," katanya, Jumat (5/8).

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menambahkan, fakta-fakta yang dimunculkan penuntut umum di persidangan itu merupakan bagian dari strategi penanganan perkara. KPK akan terus memantau jalannya persidangan, termasuk memantau pertimbangan putusan majelis hakim.

Dalam persidangan beberapa waktu lalu, terungkap adanya percakapan WhatsApp (WA) antara Andri dengan seorang bernama Taufiq yang diakui Andri sebagai besan mantan Sekretaris MA Nurhadi. Melalui WA, Taufiq meminta Andri untuk memantau beberapa perkara, antara lain perkara kasasi No.490K/TUN/2015.

Percakapan 29 September  2015
Taufiq Kemarin ada kiriman putusan Medan perdata, apa udah diterima Bos?
Andri Udah, bos. AL dah ada majelisnya bos
Taufiq Gimana AL, kita bisa disamping2 aja? kalau Medan, kita diminta yang pegang
Andri Iya, AL kita main pinggir2 aja bos. Oke yang Medan kita berjuang
Andri Bagaimana kabar bos
Taufiq Alhamdulillah sehat. Cuma kloter sebelum saya, JKS 61 hampir seratus orang blm ada kabar. Aku JKS 62
Taufiq kalau udah ada nomor sepatu pinggiran, aku dikabari segera bos
Andri No.490K/TUN/15 bos. Semoga bos dikasih sehat dan urusan kita lancar semua. Amin
Taufiq Insya Allah
Andri Semoga main pinggir kita lancar
Taufiq Ya. Kalau sudah bisa mulai kabari aku. Nanti aku kontak ybs
Andri Ya bos. Sudah kita mulai hari ini. Itu nomor kita dapat duluan

Percakapan 6 Oktober 2015
Andri Bos, untuk AL dah bergerak ya. Anggotanya Irvan-Supandi-Imam (Kepala suku)

Percakapan 8 Oktober 2015
Andri Bos, AL minggu dpn persiapan sidang

Lantas, apakah percakapan WA ini bisa menjadi alat bukti untuk pengembangan kasus? Priharsa menjawab, dalam suatu penangan perkara, khususnya untuk meningkatkan perkara ke tingkat penyidikan, dibutuhkan minimal dua alat bukti. Apabila alat bukti belum mencukupi, tentunya perkara itu belum bisa ditingkatkan ke penyidikan.

Oleh karena itu, sambung Priharsa, harus dilihat juga, bagaimana fakta-fakta yang terungkap di persidangan "Dan, apa yang disampaikan di persidangan, salah satunya untuk mendapat konfirmasi sekaligus mencari tahu, apakah mungkin ada fakta-fakta baru yang akan menjadi penuntun jalan bagi KPK untuk mengembangkan perkara tersebut," terangnya.

PN Jakarta Utara
Ternyata bukan cuma Andri yang diduga mengurus perkara Golkar. Berdasarkan informasi yang dihimpun, uang sejumlah Rp700 juta yang ditemukan KPK di mobil panitera pengganti PN Jakarta Utara Rohadi diduga terkait gugatan sengketa kepengurusan Golkar di PN Jakarta Utara. Terkait uang Rp700 juta ini, KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.

Salah satunya, mantan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat Sareh Wiyono. Kala itu, Yuyuk mengatakan, Sareh yang sekarang menjabat anggota Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra ini diperiksa untuk mendalami dugaan keterlibatannya terkait uang Rp700 juta yang ditemukan penyidik di mobil Rohadi saat penangkapan pada 15 Juni 2016 lalu.

Yuyuk mengungkapkan, diduga uang Rp700 juta itu bukan terkait perkara Saipul, melainkan perkara lain di PN Jakarta Utara, dimana Rohadi menjadi panitera penggantinya. Namun, ia belum mendapatkan informasi mengenai perkara apa yang dimaksud. "(Yang pasti) Perkara dimana ada peran R (Rohadi)," ujarnya.

Walau mengaku mengenal Rohadi, Sareh membantah mengenai uang Rp700 juta dan komunikasi dengan Rohadi soal sengketa perdata kepengurusan Golkar yang diputus di PN Jakarta Utara beberapa bulan lalu. "Aduh kalian ini. Nggak ngerti dek urusannya. Saya cuma ditanya, kenal ga, (saya jawab) kenal," tuturnya.

Begitu pula mantan Ketua PN Jakarta Utara Lilik Mulyadi. Sebagaimana diketahui, gugatan sengketa kepengurusan Golkar disidangkan di PN Jakarta Utara oleh majelis hakim yang diketuai Lilik. Salah seorang anggota majelisnya adalah Ifa Sudewi, ketua majelis hakim dalam perkara Saipul. Sementara, panitera penggantinya, tak lain Rohadi.

Lilik menegaskan dirinya tidak mengetahui tentang uang Rp700 juta yang ditemukan di mobil Rohadi. Ia juga menampik soal adanya uang untuk pengurusan perkara Golkar. Selain itu, ia membantah pernah berkomunikasi dengan Sareh. "Saya tidak tahu. Saya tidak kenal, tapi fotonya (Sareh -mantan Ketua PN Jakarta Utara) saja ada di ruangan saya," tandasnya. 
Tags:

Berita Terkait