KPPU Soroti Risiko Pelanggaran Persaingan Usaha Saat Covid-19
Berita

KPPU Soroti Risiko Pelanggaran Persaingan Usaha Saat Covid-19

Kondisi pandemi Covid-19 rawan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan pribadi yang mengabaikan persaingan usaha secara sehat.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Sebelumnya, KPPU menyatakan akan menyurati Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) guna memperoleh informasi lanjutan terkait dugaan keberadaan mafia alat kesehatan di Indonesia. Khususnya dalam mendalami apakah terdapat potensi kartel oleh para pelaku usaha di bidang kesehatan untuk bersepakat mengatur produksi dan pasokan alat kesehatan di Indonesia.

 

Juru Bicara KPPU, Guntur Putra Saragih menyatakan apabila memang terbukti adanya kartel atau pelanggaran lain dalam alat kesehatan tersebut. KPPU tidak ragu untuk menjatuhkan sanksi maksimal bagi pelaku usaha yang mengambil kesempatan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya pada masa darurat bencana nasional Covid-19 ini.

 

Seperti diketahui, Menteri BUMN, Erick Tohir menyatakan dalam beberapa waktu terakhir ini menggarisbawahi adanya dugaan adanya praktik mafia alat kesehatan yang selama ini mendorong Indonesia untuk lebih memilih impor alat kesehatan daripada memproduksinya di dalam negeri. Hal tersebut diindikasikan dari tingginya impor Indonesia untuk produk alat kesehatan tersebut, salah satunya ventilator.

 

“Jika ungkapan Mafia kesehatan tersebut merupakan wujud perilaku pelanggaran UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat, Tentunya, informasi tersebut merupakan hal yang berharga bagi KPPU dalam menjalankan tugas pengawasan hukum persaingan usaha. Kerja sama dalam hal pemberian data, informasi dan bukti merupakan dukungan bagi KPPU dalam menjalankan tugas tersebut,” ujar Guntur dalam keterangan persnya pada April lalu.

 

Kemudian, KPPU juga memutuskan untuk melakukan penelitian perkara inisiatif terhadap Layanan Rapid Test untuk diagnosis Covid-19 oleh rumah sakit. Keputusan tersebut dilaksanakan sejalan dengan komitmen KPPU untuk tetap bekerja melakukan pengawasan persaingan usaha meskipun dalam keadaan bekerja dari rumah (work from home).

 

Inisiatif tersebut didasarkan atas informasi dari masyarakat yang mengeluhkan penawaran jasa rapid test Covid-19 secara paket yang dilakukan oleh beberapa rumah sakit. Hal ini menyebabkan harga jasa yang ditawarkan menjadi sangat tinggi. Temuan sementara KPPU terkait harga paket yang ditawarkan rumah sakit bervariasi dari kisaran Rp500 ribu hingga bahkan Rp5,7 juta untuk satu kali pengujian. Tentunya nilai tersebut membatasi kemampuan masyarakat untuk membeli layanan rapid test.

 

Penelitian inisiatif tersebut dimulai sejak tanggal 13 April 2020 oleh Direktorat Investigasi pada Sekretariat KPPU. Penelitian inisiatif ini menjadi prioritas di KPPU untuk dapat diperoleh hasilnya dalam waktu dekat. Jika memang hasil penelitian ini menunjukkan adanya bukti pelanggaran, maka tahapan berikutnya yang akan dilakukan adalah proses penyelidikan.

Tags:

Berita Terkait