Kriteria Kandidat Menkumham Kabinet Jokowi Jilid II
Utama

Kriteria Kandidat Menkumham Kabinet Jokowi Jilid II

Syarat/kriteria kandidat Menkumham bukan kader parpol politik, berpengalaman, paham budaya dan tupoksi Kemenkumham, memiliki kapasitas/kapabilitas (keahlian bidang hukum), integritas, loyalitas, menempuh uji kepatutan dan kelayakan, hingga akseptabilitas.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Sholikin menilai Kemenkumam memiliki peran penting dalam pemerintahan. Apalagi, dalam periode pertama pemerintahan Joko Widodo dinilainya tidak serius dalam menata sistem hukum. Diharapkan, di periode kedua pemerintahan Jokowi serius membenahi penataan sistem hukum yang salah satunya memilih sosok Menkumham yang tepat. “Dengan menempatkan orang yang paham secara mendalam masalah dan prioritas penyelesaian dalam penataan sistem hukum,” ujarnya.

 

Mantan Direktur Eksekutif PSHK ini melanjutkan periode kedua pemerintahan Jokowi, sosok Menkumham sebaiknya orang yang menguasai bidang hukum dan berani memberi masukan kontruktif kepada Presiden, khususnya soal konsep pembenahan hukum nasional secara komprehensif. “Yang dipercaya publik, netral terhadap konflik kepentingan dengan parpol, politik, dan mampu menyusun kebijakan dan terobosan inovatif dalam pembaharuan hukum,” usulnya.

 

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (FH-Unpad) Mei Susanto mengingatkan Kemenkumham menjadi kementerian strategis mengurusi bidang hukum di setiap fungsi direktorat yang ada Kemenkumham. “Karena itu, syarat menjadi Menkumham haruslah profesional yang berpengalaman,” kata Mei.

 

Profesional dimaksud Mei adalah tidak berasal dari kader parpol. Sebab, posisi Menkumham juga memberi pelayanan berbagai bidang hukum dan HAM. Seperti, dalam hal legalitas kepengurusan partai politik oleh Ditjen AHU. “Dibutuhkan sikap profesional agar tidak di-drive kepentingan politik penguasa,” lanjutnya.  

 

Dia mencontohkan Menkumham di era sebelumnya yang berasal dari parpol menunjukan keberpihakan penguasa. Sehingga, pejabat Menkumham yang seharusnya memberi pelayanan profesional malah menjadi alat menyerang, bahkan membelah kepengurusan parpol menjadi dua kepengurusan. “Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, saya sarankan harus berani memilih Menkumham yang berlatang belakang profesional,” kata dia.

 

Menurutnya, beragam persoalan pembenahan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik seharusya mengedepankan aspek profesionalisme. Dia khawatir jika pejabat menterinya berasal dari parpol berakibat tugas penyusunan peraturan perundang-undangan berbasiskan kepentingan politik. Seperti revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), revisi UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3), RUU SDA, dan lainnya.

 

“Praktik seperti ini menunjukkan menteri dari parpol memiliki agenda politik tertentu. Atau setidak-tidaknya memiliki favoritisme tertentu. Hal ini tidak baik,” lanjut Mei.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait