KUHPer dan KUHD Tidak Memadai Lagi
Berita

KUHPer dan KUHD Tidak Memadai Lagi

Perkembangan teknnologi komputer dan informasi serta perkembangan bisnis lewat internet (e-commerce) di Indonesia belum diikuti pengaturan hukum yang memadai dalam perangkat perundang-undangan. Pasalnya, perundang-undangan yang ada, seperti hukum kontrak dalam KUH Perdata (KuhPer) dan KUH Dagang (KUHD) tidaklah memadai lagi.

Muk/APr
Bacaan 2 Menit
KUHPer dan KUHD Tidak Memadai Lagi
Hukumonline

H.A.S Natabaya, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional  (BPHN), mengemukakan hal itu dalam cyberlaw course di Fakultas Hukum Universitas Indonesia baru-baru ini. Ia melihat, kebebasan siber di bidang perdata memungkinkan komunitas global berkomunikasi dan memiliki akses terhadap informasi dan berinteraksi secara luas.

Menurut Natabaya, beberapa permasalahan hukum yang mungkin timbul berkaitan dengan aktifitas di internet adalah bidang hukum kontrak dan dagang sehubungan dengan transaksi secara elektronis, seperti kapan saat sebuah kontrak ditutup.

Selain itu, yang masih mengganjal adalah keabsahan dokumen dan catatan elektronis tanpa tanda tangan, serta apakah selain barang bergerak dan  jasa dapat dijadikan sebagai obyek transaksi e-commerce.

Sesuai dengan ketentuan di Indonesia, pemindahan hak atas barang tidak bergerak, misalnya saja tanah, harus dilakukan di depan pejabat yang berwenang seperti notaris. Jelas di sini ada permasalahan hukum, yakni mengenai bagaimana peralihan hak dilaksanakan.

Permasalahan lainnya yakni mengenai pertanggungjawaban dari network service provider selaku perantara, serta bagaimana pengaturan hukum dan forum pengadilan mana yang berwenang dalam penyelesaian kasus-kasus yang timbul.

Namun satu hal yang penting, menurut Natabaya, tidak adanya hukum yang secara spesifik mengatur masalah penggunaan teknologi informasi, bukan berarti tidak ada hukum yang berlaku. "Di mana ada masyarakat, dalam hal ini masyarakat informasi, maka di situ pasti ada hukum yang berlaku," tegas Natabaya.

Urgensi cyberlaw?

Natabaya yang juga menangani masalah infrastuktur hukum di Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) memandang, pembicaraan mengenai urgensi cyberlaw bagi Indonesia merupakan hal yang aneh. Terlebih, di saat pemerintah dan masyarakat tengah dihadapkan kepada krisis yang bersifat multi dimensional.

Tags: