Kurator Diminta Lakukan Pemulihan Hak Konsumen Properti dalam Perkara Kepailitan
Utama

Kurator Diminta Lakukan Pemulihan Hak Konsumen Properti dalam Perkara Kepailitan

Jika sengketa properti berakhir dengan pailit, kreditur konkuren memiliki posisi yang tidak aman.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Wakil Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), David ML Tobing, dalam seminar yang diselenggarakan AKPI sekaligus Pelaksanaan Penandatanganan MoU AKPI dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Kamis (9/9). Foto: akpiofficial
Wakil Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), David ML Tobing, dalam seminar yang diselenggarakan AKPI sekaligus Pelaksanaan Penandatanganan MoU AKPI dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Kamis (9/9). Foto: akpiofficial

Perluasan makna utang dalam UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepalitian) membuat sengketa properti bisa masuk ke ranah Pengadilan Niaga.

Dalam Pasal 1 angka 6 UU Kepailitan definisi utang disebutkan, “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”

UU Kepailitan juga mengatur tiga jenis kreditor. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan disebutkan terdapat tiga jenis kreditor yakni kreditor separatis, kreditor preferen dan kreditor konkuren. Dalam proses PKPU dan pailit, kreditor separatis dan preferen dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk didahulukan.

Sedangkan kreditur konkuren merupakan kreditur yang tidak memegang hak jaminan kebendaan, tetapi kreditur ini memiliki hak untuk menagih debitur berdasarkan perjanjian. Dalam proses pelunasan piutang, kreditur konkuren mendapatkan pelunasan yang paling terakhir setelah kreditur preferen dan kreditur separatis terlunasi piutangnya.

Dari tiga jenis kreditor yang diatur oleh UU Kepailitan, konsumen perumahan masuk ke dalam jenis kreditor konkuren karena tidak memiliki jaminan kebendaan. Ketika muncul sengketa dan berakhir dengan pailit, banyak konsumen perumahan mengeluh lantaran mendapatkan pembayaran ganti rugi yang tidak sesuai dengan yang sudah dikeluarkan. (Baca: Simak! Tips Mencicil Rumah Agar Terhindar dari Masalah Hukum)

Wakil Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), David ML Tobing, mengatakan kasus-kasus jual beli properti banyak terjadi karena iktikad tidak baik dari perusahaan pengembang (developer) dan kurangnya pengawasan yang dilakukan pemerintah. Bentuk iktikad tidak baik dari developer adalah banyaknya sengketa yang muncul seperti AJB tidak kunjung dilaksanakan padahal sudah jatuh tempo sesuai PPJB, janji Fasilitas Sosial Bersama tetapi tidak direalisasi, dan sertifikat tidak kunjung dipecah, serah terima properti dilakukan pengunduran waktu/tidak sesuai AJB.

Kemudian masalah lain adalah iuran untuk service charge dan Pajak Bumi Bangunan yang tinggi tidak jelas perhitungannya, perusahaan Pengembang tidak terbuka dalam laporan keuangan dengan Pengurus Perhimpunan Rumah Susun Sementara saat ingin serah terima dan pengurus Perhimpunan Rumah Susun Sementara belum memiliki legalitas atau belum memiliki SK Gubernur, dan perusahaan Pengembang diajukan Permohonan PKPU/Pailit oleh pembeli (Konsumen) ke PN Niaga.

Jika sengketa masuk ke ranah PKPU dan pailit kemudian berakhir dengan pailit, kreditur konkuren memiliki posisi yang tidak aman, baik itu kreditor yang sudah melakukan pelunasan namun belum mendapatkan sertifikat dari developer, ataupun yang masih dalam posisi mencicil. “Maka untuk menjamin hak-hak konsumen perumahan itu, perlu peraturan yang mengatur pemulihan hak konsumen saat developer dinyatakan bangkrut atau pailit,” kata David.

Namun saat ini langkah pemulihan hak tersebut sangat mungkin dilakukan oleh kurator. Saat debitor berada dalam status pailit, kurator harus mengedepankan kelangsungan hidup usaha atau going concern alih-alih hanya melakukan penjualan aset. Pemulihan hak bisa menjadi alternatif pilihan kurator untuk menyelamatkan konsumen perumahan.

“Karena konsumen tidak sama posisinya seperti kreditur konkuren lainnya, misalnya penjual batu bata, besi baja, pasir, atau kaca itu tidak sama. Jadi memang di situ haknya yang diberikan bukan uang dikembalikan. Kalaupun terjadi pailit, berikan hak pemulihan,” ujar David.

David mencontohkan salah satu kasus pailit Hotel Panghegar di Bandung. Ketika aset dijadikan boedel pailit dan cari investor baru, katanya, itu harus diinfokan bahwa terhadap boedel pailit ada kepemilikan bersama, ada konsumen yang sudah lunas namun belum mendapatkan sertifikat.

“Jadi pembeli aset tahu bahwa ini aset tidak murni milik debitur tapi ada milik kreditur yang sudah lunas. Sebagai kurator dan pengurus, saya harap teman-teman kurator dan pengurus dapat mendahulukan pemulihan hak, bukan kembalikan uang kepada kreditur. Ini kasus hanya jadi contoh,” katanya dalam seminar yang diselenggarakan Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) sekaligus Pelaksanaan Penandatanganan MoU AKPI dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Kamis (9/9).

Selain itu, David mengingatkan perlunya penyelarasan antara UU Perlindungan Konsumen dan UU Kepailitan. Sejauh ini UU Perlindungan Konsumen dan UU Kepailitan adalah dua peraturan yang penyelesaiannya berbeda. Dalam UU Perlindungan Konsumen kerugian yang dialami konsumen wajib diselesaikan secara adil dimana konsumen berhak mendapatkan ganti rugi sebagaimana mestinya sesuai dengan Pasal 4 dan Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen.

Menurut dua pasal tersebut, konsumen memiliki hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ata ujasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, konsumen memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya jika pelaku usaha melakukan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, di mana pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

“Sehingga perlu adanya pengaturan lebih lanjut antara kepailitan dan perlindungan konsumen sehingga jelas pengaturan antara kedua bidanya yang terkait agar pelaku usaha yang tidak beriktikad baik tidak lolos dari pertanggungjawabannya,” jelasnya.

Disetarakan Kreditur Separatis

Selain melakukan pemulihan usaha atau going concern, Ketua Umum AKPI Jimmy Simanjuntak menyebut bahwa memasukkan konsumen perumahan sebagai kreditor separatis adalah langkah yang bisa diambil pemerintah untuk melindungi hak konsumen perumahan lewat revisi UU Kepailitan. Tentunya hal tersebut tidak berlaku untuk semua konsumen perumahan. Privilege ini hanya berlaku untuk konsumen perumahan yang telah melunasi pembelian dan memenuhi aturan dalam proses jual beli.

“Tentu kalau dimaksud konsumen diberikan perlindungan di UU kepailitan konsumen yang memenuhi aturan, sudah lunas, sudah PPJB, sudah dihuni, tinggal AJB. Karena AJB ini tidak mungkin dilakukan oleh konsumen sendiri, ini yang saya maksud konsumen perumahan yang disetarakan dengan kreditur separatis. Harusnya mereka ini dilindungi,” kata Jimmy pada acara yang sama.

Lalu bagaimana dengan nasib konsumen perumahan yang membeli unit lewat mekanisme cicilan? Dalam posisi ini, penyetaraan konsumen perumahan sebagai kreditur separatis agak sulit dilakukan karena konsumen belum melunasi pembelian. Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah lewat mekanisme going concern.

“Tentu kalau memang belum lunas agak sulit memberikan privilege kekhususnan, kalaupun ada solusi biasanya ketika aset debitur going concern, ketika ada pelaku usaha yang melihat potensi keberlangsungan usaha dan melanjutkan kewajibanny sebagai debitor, dengan begitu konsumen ini akan mendapatkan haknya. Unit yang dia beli dan konsumen yang sudah lunas ini yang mgkn menjadi perhatian para kurator, pendekatan tidak serta merta penjualan,” tambahnya.

Sebagai upaya untuk meminimalisir kerugian yang dialami oleh konsumen perumahan khususnya dengan mekanisme cicilan, Jimmy meminta pemerintah untuk memperkuat rekomendasi penyaluran pinjaman bank kepada developer disertai dengan pengawasan yang ketat. Jika hal ini dilakukan maka kerugian yang dialami konsumen perumahan sebagai akibat PKPU dan pailit dapat diminimalisir.

“Kalau pemerintah buat syarat-syarat ketat untuk developer masyarakat lebih terjamin. Misal sudah ada bentuk bangunan sedikit, sertifikat sudah dipecah dan bukan lagi bentuk sertifikat induk, dan kalau pembeli sudah lunas, bank harus sesegera mungkin mengeluakan sertifikat dari jaminan,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait